PARLEMENTARIA, Jakarta – Saat ini, Komisi VI DPR RI sedang melakukan revisi terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Proses revisi ini diusahakan guna meningkatkan peran koperasi demi mendukung perekonomian nasional, khususnya dalam konteks pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan pemberdayaan kapasitas anggota koperasi.
Selaras dengan usaha tersebut, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Nurdin Halid menekankan koperasi berperan vital bagi perekonomian Indonesia. Di mana, keyakinan tersebut telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 33 Ayat 1, yang menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
Dirinya pun menegaskan bahwa koperasi memiliki fungsi strategis dalam beberapa aspek ekonomi, antara lain meningkatkan kesejahteraan anggota, menyediakan lapangan kerja, mendukung pemerataan ekonomi, memperkuat usaha kecil dan menengah (UKM), serta berkontribusi dalam pengembangan produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
“Koperasi bukan hanya menjadi pilar ekonomi yang penting, tetapi juga sebagai wadah untuk mengembangkan potensi ekonomi rakyat, terutama di tingkat lokal dan pedesaan,” ujar Nurdin saat membuka agenda Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi VI DPR RI dengan Praktisi dan Akademisi yaitu Emy Nurmayanti, M.S.E., Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc., Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, S.H., M.H., dan Prof. Dr. Gunawan Sumodiningrat M.Ec., Ph.D. di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2024).
Meskipun demikian, ia mengakui koperasi di Indonesia saat ini masih menghadapi berbagai permasalahan, terutama terkait dengan tata kelola dan regulasi yang belum optimal. Oleh karena itu, dirinya bersama Komisi VI DPR RI berusaha melakukan revisi terhadap Undang-Undang Perkoperasian Baginya, usaha ini sangat diperlukan agar koperasi dapat lebih efektif dalam menjalankan perannya.
Meskipun Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian telah mengalami perubahan melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, ia menilai regulasi terkait koperasi belum sepenuhnya memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi oleh koperasi di Indonesia.
Beberapa masalah utama yang dihadapi koperasi, menurutnya, adalah terkait dengan pengelolaan internal, keterbatasan akses pasar, dan kurangnya pengawasan yang efektif. “Revisi ini bukan hanya soal memperbaiki regulasi, tetapi lebih kepada bagaimana memperkuat koperasi sebagai lembaga yang bisa lebih mandiri dan berdaya saing,” tuturnya.
Di sisi lain, perkembangan teknologi dan digitalisasi juga menjadi tantangan baru yang harus dihadapi oleh koperasi. Di era digital ini, koperasi perlu beradaptasi dengan tren teknologi yang terus berkembang untuk meningkatkan daya saing dan memperluas akses pasar.
Mengusung semangat reformasi sektor koperasi, Nurdin menyampaikan beberapa poin penting yang menjadi perhatian dari revisi Undang-Undang Perkoperasian. Di antaranya, perbaikan tata kelola koperasi yang transparan, efisien dan akuntabel; optimalisasi fungsi pengawasan yang lebih ketat dan efektif sehingga koperasi tidak hanya berfungsi sebagai organisasi ekonomi tetapi juga sebagai lembaga yang dapat dipercaya oleh anggota dan masyarakat; memberdayakan digitalisasi untuk operasional koperasi demi proses transaksi, memperluas akses pasar, dan meningkatkan efisiensi operasional.
Lalu, penguatan lembaga ragam koperasi sehingga memberikan ruang bagi pengembangan koperasi-koperasi dengan karakteristik yang beragam, baik itu koperasi simpan pinjam, koperasi produksi, koperasi konsumsi, dan lainnya; pemberlakuan sanksi yang tegas guna memastikan koperasi beroperasi dengan prinsip kehati-hatian dan kejujuran; dan peningkatan kualitas SDM koperasi supaya koperasi mampu bersaing di pasar yang semakin kompetitif sesuai dengan perkembangan zaman.
“Setiap masukan dari pakar dan akademisi dalam rapat ini, kami bisa menggali berbagai perspektif yang dapat memperkaya revisi undang-undang ini, sehingga nantinya bisa melahirkan regulasi yang lebih aplikatif, relevan, dan dapat menjawab tantangan koperasi di masa depan,” tandas Politisi Fraksi Partai Golkar itu.
Menutup pernyataannya ia mengingatkan bahwa koperasi di Indonesia harus bisa mengambil peran aktif. Di mana, koperasi mampu menciptakan kesejahteraan sosial, mengurangi ketimpangan ekonomi, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. •ums/aha