PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi XI DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Badung, Provinsi Bali, Senin (5/8/2024) lalu. Dalam pertemuan dengan Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu, dipaparkan sejumlah capaian pertumbuhan ekonomi Bali pasca pandemi Covid-19.
Anggota Komisi XI DPR RI, Achmad Hafisz Tohir memberikan beberapa catatan dalam rapat tersebut. Salah satu yang menjadi perhatian Hafisz adalah efek dari mulai menanjaknya pertumbuhan perbankan di Bali.
Menurutnya, dari laporan yang disampaikan para mitra Komisi XI DPR RI itu, masih belum tercermin angka pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di daerah tersebut.
“Kalau ini (pertumbuhan perbankan) nggak nyangkut di pertumbuhan regionalnya, maka artinya orang Bali nggak dapat apa-apa. Artinya kita harus juga memikirkan, ke depannya harus ada perubahan,” kata politisi Fraksi Partai Amanat Nasional itu.
Lebih lanjut, Hafisz menilai saat ini lebih banyak orang luar Bali yang menikmati perputaran ekonomi di pulau dewata tersebut. Hal tersebut disampaikannya lantaran banyaknya sektor usaha, terutama akomodasi yang dimiliki dan dioperasikan oleh oleh pendatang.
“Karena kalau saya lihat, kekayaan di Bali ini yang menikmati separuhnya orang luar. Kita bisa cek lah vila-vila, resort yang bagus-bagus itu bukan milik orang daerah (Bali) itu. Jadi investornya dari orang-orang Jakarta bahkan di luar negeri sekali pun,” sentilnya.
Lapangan usaha akomodasi, makanan dan minuman sendiri masih menjadi pangsa terbesar yang menggerakan perekonomian Bali dengan kontribusi sebesar 20,64 persen. Sektor ini tetap tumbuh tinggi seiring tingginya kunjungan wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara serta meningkatnya tingkat penghunian kamar (TPK) hotel berbintang.
Hal lain yang mencuri perhatian Hafisz adalah isu pengusaha Bali yang kebanyakan harus mengagunkan aset untuk menjalankan usahanya. Hafisz lantas meminta mitra yang hadir untuk memberikan kajian termasuk apakah hal tersebut merupakan bagian dari kebiasaan.
“Tadi baru saya dengar, setiap bisnis di Bali dari penduduk aslinya ya mereka tuh mengagunkan aset di bank dan rata-rata hampir semua penduduk asli terlibat dengan utang apakah harus begitu? Saya kira, saya kan dari Palembang dan tidak semua businessman itu di sana, UMKM mengagunkan asetnya. Nah ini yang juga kita perlu lihat, habit ini baik nggak?” kata legislator Dapil Sumatera Selatan I itu.
Dilansir dari laporan Bank Indonesia dalam rapat tersebut, pertumbuhan total kredit meningkat dari 9,04% (yoy( pada triwulan I 2024 menjadi 10,14% (yoy) pada triwulan II tahun 2024. Risiko kredit juga dinilai terjaga, tercermin dari angka Non performing loan (NPL) 1,94% yang masih berada dibawah threshold 5% serta Loan at Risk (LAR) yang terus menurun. •uc/rdn