PARLEMENTARIA, Jakarta – DPR RI menerima audiensi DPRD Sulawesi Selatan dan perwakilan Mahasiswa Sulawesi Selatan terkait berbagai masalah, termasuk diantaranya tentang kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera. Dalam kesempatan ini, Anggota Komisi V DPR RI Hamka B. Kady mengungkapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat tidak bisa serta merta dibatalkan meski terjadi berbagai penolakan di masyarakat.
”Tentu saya menyampaikan terima kasih atas masukannya. Memang tadi sengaja saya paparkan secara global. Sehingga kita-kita semua paham dasar hukumnya dan sebagainya. Nah, kalau kita menolak sesuatu, ya tentu kita tau memulai dari proses mana,” kata Hamka saat ditemui usai audiensi di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Jumat (28/6/2024).
Legislator Dapil Sulawesi Selatan I ini juga berjanji akan menampung terkait berbagai masukan yang sudah diterima, dan akan membahasnya kembali dalam rapat resmi bersama Menteri PUPR. ”Berdasarkan masukan itu insyaallah, nanti akan kami bicarakan dengan Menteri PUPR dan kami agendakan dalam rapat kerja bagaimana selanjutnya terhadap tapera ini,” katanya.
Hamka menilai meski nantinya tidak terjadi pembatalan terhadap Program Tapera, namun ia berharap dengan masukan-masukan yang sudah diberikan selama masa penundaan Program Tapera ini, pemerintah bisa dapat melakukan perbaikan-perbaikan terhadap program tersebut.
”Yang penting apa yang menjadi masukan, kalau itu nanti terjadi pembatalan, itu ya syukur. Tapi kalau ada negosiasi misalnya, kan yang menjadi persoalan ini adalah yang mau memiliki rumah. Nanti pemerintah akan mengkaji lebih dalam lagi, makanya diberi waktu sampai 3 tahun untuk mempertimbangkan dengan baik. Ini 3 tahun loh. Kalau memang pemerintah menganggap bahwa ini tidak perlu, ya cabutlah. Tapi kalau pemerintah mengatakan ini masih perlu, kasih alasan-alasan benar buat kami,” katanya.
Hamka juga berharap pemerintah bisa memanfaatkan dengan semaksimal mungkin waktu penundaan selama tiga tahun tersebut untuk menganalisis program tersebut menjadi lebih baik.
”Yang jelas bahwa dengan penolakan dari masyarakat yang sekarang ini terhadap undang-undang yang baru ini maka pemerintah juga mengikuti untuk menunda sampai 3 tahun. Nah, kesempatan 3 tahun itu menganalisis apakah lanjut atau tidak tergantung pada masukan-masukan nanti konsultasi kami dengan pemerintah,” pungkasnya. •we/aha