#Ekonomi dan Keuangan

Pemangku Kebijakan Perlu Sampaikan Kondisi Seobyektif Mungkin terkait Kondisi Ekonomi

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah. Foto: Runi/vel.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah. Foto: Runi/vel.

PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah benar-benar berharap agar para pemangku kebijakan untuk tidak membuat komunikasi publik bahwa bangsa ini sedang tidak baik-baik saja. Sehingga, hal-hal yang disampaikan dalam kondisi seobyektif mungkin.

“Agar rakyat sejak dini bisa bersiap menghadapi segala kemungkinan dan bersatu-padu,” ujar Said dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Jumat (21/6/2024).

Dari sisi teknokratis, tambahnya, hendaknya pemangku kebijakan fiskal dan moneter kian memperkuat kebijakan struktural perekonomian nasional, antara lain, pertama, memastikan tata kelola devisa, terutama devisa hasil ekspor sumber daya alam berjalan optimal untuk memperkuat cadangan devisa. Berikan kebijakan insentif dan sanksi yang sepadan untuk menopang tata kelola devisa nasional.

Kedua, terus melakukan reformasi pada sektor keuangan agar lebih inklusif, dan mendorong aliran modal asing semakin tumbuh. Sebab aliran masuk investasi portofolio kembali positif pada triwulan II 2024 (sampai dengan 30 Mei 2024) secara neto tercatat sebesar 3,3 miliar dolar AS.

“Artinya peluang ini perlu terus dijaga oleh pemerintah dan BI,” jelas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

“Agar rakyat sejak dini bisa bersiap menghadapi segala kemungkinan dan bersatu-padu”

Ketiga, perketat kebijakan impor, terutama pada sektor sektor yang makin menggerus devisa, dan memukul sektor industri dan tenaga kerja. Importasi hendaknya difokuskan sebagai kebijakan jangka pendek untuk menambal defisit pangan dan energi yang terus berlanjut.

Keempat, pemerintah perlu memastikan SBN sebagai instrumen yang menarik bagi investor asing, dengan yield yang moderat agar tidak menjadi beban bunga. Pemerintah juga perlu memastikan stand by buyer untuk SBN, sebab SBN telah menjelma menjadi sumber pembiayaan penting bagi kelangsungan APBN.

Kelima, pemerintah perlu memperluas dan makin kreatif untuk menopang kebutuhan pembiayaan ditengah likuiditas nasional dan global yang makin ketat dan terbatas. Libatkan berbagai organisasi masyarakat dan asosiasi pengusaha yang menghimpun likuiditas besar ikut berpartisipasi dengan saling menguntungkan.

Keenam, berbagai kebijakan Bank Indonesia yang mengurangi USD sebagai pembayaran internasional, dengan membuat sejumlah local currency swab terasa belum terlihat outcome-nya. Untuk itu, Bank Indonesia perlu memastikan kebijakan ini sesegera mungkin dapat diandalkan, sehingga ketergantungan kita terhadap USD perlahan lahan bisa di kurangi.

“Ketujuh, pemerintah dan Bank Indonesia perlu antisipasi kebutuhkan likuiditas valas terhadap kebutuhan pembayaran utang pemerintah, BUMN dan swasta dengan meningkatkan kebijakan hedging, agar tidak makin membebani sektor keuangan,” tutupnya. •hal/rdn

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *