Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher. Foto: Kresno/Man.
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah agar segera menyalurkan santunan yang dijanjikan bagi pasien Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA).
“Pemerintah harus segera mengeksekusi dana santunan yang dijanjikan kepada para pasien, baik korban meninggal maupun yang masih bertahan hidup. Santunan tersebut adalah bentuk tanggung jawab negara pada rakyatnya mengingat kasus ini terjadi akibat adanya faktor kelalaian lembaga pemerintah,” kata Netty dalam keterangan tertulis kepada Parlementaria, di Jakarta, Jumat (10/11/2023).
Diketahui lebih dari 326 kasus GGAPA terjadi pada anak setelah mengonsumsi obat cair yang tercemar zat Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG); lebih dari setengahnya meninggal dunia. Menurut Netty, kasus GGAPA sudah terjadi lama, tapi bantuan yang dijanjikan tak kunjung diterima oleh pasien atau keluarganya.
“Presiden harus tegas dan berpihak kepada korban agar dana santunan tersebut bisa segera disalurkan”
“Pemerintah jangan hanya memberikan janji palsu, pasien GGAPA yang masih bertahan hidup membutuhkan banyak dana untuk biaya pengobatan dan terapi lanjutan. Jangan sampai mereka merasa ditinggal begitu saja setelah kasus ini tidak lagi viral dan menjadi perhatian masyarakat,” kata Politisi Fraksi PKS ini.
“Harus diakui adanya faktor kelalaian pemerintah dalam masalah pengawasan obat-obatan yang menyebabkan terjadinya kasus ini. Pemerintah harus menjadi pihak yang paling bertanggung jawab, bukan malah menghilang dan tidak memperhatikan nasib lanjutan para korban,” kata Netty.
Netty juga mengaku kecewa dengan saling lempar tanggung jawab antar kementerian soal dana santunan kepada para pasien GGAPA. Menurut Netty, ia pernah mengunjungi pasien GGAPA yang dalam keadaan memprihatinkan.
“Anak itu hanya tergeletak, mengalami kebutaan, bahkan makan dan minum pun melalui selang. Orangtuanya sampai harus menjual rumah untuk biaya pengobatan lanjutan,” katanya.
Sayangnya, lanjut Netty, Kementerian masih saja saling lempar tanggung jawab soal dana santunan, sementara keluarga pasien harus berjuang mati-matian mencari pinjaman untuk upaya kesembuhan. “Presiden harus tegas dan berpihak kepada korban agar dana santunan tersebut bisa segera disalurkan,” katanya.