#Ekonomi dan Keuangan

Jadi Rekomendasi BPK, Legislator Soroti Kebijakan Insentif Perpajakan yang Dikeluarkan Kemenkeu

Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo saat mengikuti Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan RI, Rabu (30/8/2023) . Foto: Farhan/nr.
Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo saat mengikuti Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan RI, Rabu (30/8/2023) . Foto: Farhan/nr.

Pemberian insentif pajak kembali menjadi sorotan setelah Badan Pemeriksa Keuangan Memberikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan agar menggenjot fungsi pengawasan atas pemberian insentif. Terkait dengan hal ini, Andreas Eddy Susetyo juga angkat bicara. 

Dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan RI yang membahas Laporan Keuangan Kementerian Keu RI dalam APBN TA 2022, politisi PDI-P itu secara gamblang bertanya terkait dengan manfaat pemberian insentif pajak dan indikator yang menentukan pihak-pihak penerima insentif tersebut. 

“Perlu disampaikan mengenai pemberian manfaat insentif perpajakan ini, penerima manfaat itu indikatornya (atau) ukurannya seperti apa sih? Bagaimana memastikan bahwa betul-betul penerima manfaat insentif perpajakan ini betul-betul dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kita,” ujar Andreas kepada Menteri Keuangan pada Rabu (30/8/2023) di Gedung Nusantara I Senayan, Jakarta.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani menjelaskan bahwa mayoritas fasilitas perpajakan sebenarnya dinikmati langsung oleh masyarakat dalam bentuk pembebasan pajak bagi bahan pokok, pembebasan pajak listrik rumah tangga berdaya 450 VA dan 900 VA, UMKM serta sektor pendidikan. Sedangkan kebijakan insentif pajak yang digunakan untuk menarik investasi dan untuk pengembangan mobil listrik hanya berkisar Rp4,6 triliun Rp210 triliun total insentif perpajakan. 

“Jadi, kombinasi Rp285,8 triliun plus Rp85,7 triliun itu lebih dari Rp370 triliun yang investasi, tapi tax yang mereka nikmati dalam bentuk tax holiday dan tax allowance Rp4,6 triliun. Itu sangat kecil dibandingkan Rp210 triliun total insentif perpajakan yang diberikan kepada masyarakat dan UMKM,” jelas Sri Mulyani.

Ditemui Parlementarian setelah rapat, Andreas menyampaikan bahwa memang insentif perpajakan secara luas telah diatur dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Hal tersebut termasuk insentif untuk kepentingan masyarakat dan hajat hidup orang banyak dengan tujuan tidak membebani. Namun, Andreas masih mempertanyakan penjelasan terkait pemberian insentif pajak bagi dunia usaha atau industri.

“Yang lebih kita soroti ini sebetulnya pemberian insentif perpajakan untuk dunia usaha. Makanya tadi inilah yang perlu disampaikan sejauh mana kriterianya, sehingga ini betul-betul tepat sasaran terhadap penerima dan indikator-indikator pemberian insentif itu apa saja? Itu sebetulnya yang perlu dipertajam dan dibuat kriteria supaya jelas,” kata Anggota Badan Anggaran DPR RI itu.

Menutup pernyataannya, Andreas juga meminta Kementerian keuangan memberikan penjelasan terkait monitoring dari pemberian insentif pajak bagi dunia usaha dan dampaknya bagi perekonomian Indonesia maupun penciptaan lapangan kerja. 

Dilansir dari situs resmi Badan pemeriksa Jasa Keuangan, BPK merekomendasikan Menteri Keuangan agar memerintahkan Direktur Jenderal Pajak untuk melaksanakan fungsi pengawasan atas pemanfaatan fasilitas dan insentif perpajakan yang tidak memenuhi persyaratan sehingga menjadi realisasi penerimaan perpajakan umum secara optimal. •uc/aha

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *