DPR Imbau Kehati-hatian Menteri Kebudayaan dalam Penulisan Ulang Sejarah
- Mei 21, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua DPR RI Dr. (H.C.) Puan Maharani menyoroti rencana Pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan yang akan melakukan penulisan ulang sejarah Indonesia. Hal tersebut disampaikan usai dirinya memimpin Rapat Paripurna DPR RI ke-18 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2024–2025, yang mengagendakan Penyampaian Pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN Tahun Anggaran 2026, pada Selasa (20/5/2025), di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Menjawab pertanyaan awak media seusai rapat, Puan menyampaikan bahwa DPR, melalui Komisi X yang membidangi urusan pendidikan dan kebudayaan, telah mulai melakukan langkah awal dalam menyikapi wacana tersebut.
“Komisi X sudah mulai melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP), meminta masukan dari kalangan masyarakat, khususnya para sejarawan, bagaimana terkait dengan hal tersebut,” ujar Puan.
Lebih lanjut, Politisi Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu menegaskan bahwa DPR RI akan meminta penjelasan dari pihak Pemerintah mengenai maksud dan arah kebijakan tersebut. Ia menekankan bahwa sejarah tidak boleh dikaburkan atau ditulis ulang dengan menghilangkan kebenaran yang telah menjadi bagian dari perjalanan bangsa.
“Yang penting jangan ada pengaburan atau penulisan ulang terkait sejarah, tapi kemudian tidak meluluskan sejarah. Jas Merah— jangan sekali-sekali melupakan sejarah,” tegas Puan, mengutip pesan Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno.
“Memang, sejarah itu pasti ada yang baik, ada yang pahit. Namun bagaimana ke depan kita juga harus memperlihatkan kepada generasi muda bahwa Indonesia berdiri karena perjuangan para pahlawan kita. Apapun yang terjadi, mereka harus tahu kenapa Indonesia berdiri. Baik pahit maupun manisnya, itu semua bagian dari proses panjang yang sudah dilalui,” sambungnya.
Ketika ditanya mengenai tenggat waktu yang disebut-sebut akan selesai pada Agustus 2025, Puan mengingatkan agar tidak tergesa-gesa dalam menyusun kembali narasi sejarah nasional. “Namanya penulisan sejarah itu harus dilakukan secara hati-hati,” pesannya. •pun/rdn