Pastikan Korban Dapatkan Keadilan, Komisi XIII Kawal Kasus Kejahatan Seksual Eks Kapolres Ngada
- Mei 21, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi XIII DPR RI menyatakan komitmennya untuk memberikan perhatian khusus terhadap kasus kejahatan seksual yang dilakukan oleh AKBP (Purn) Fajar Widya Dharma, eks Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur, yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anak di bawah umur selama masa jabatannya. Komitmen tersebut disampaikan dalam audiensi antara Komisi XIII dengan Koordinator Aliansi Peduli Perempuan dan Anak (APPA) NTT di Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira, yang juga merupakan anggota DPR RI dari Dapil NTT, menyebut kasus ini sebagai fenomena “gunung es” dan mencerminkan darurat kekerasan seksual di NTT. Ia menegaskan bahwa Komisi XIII akan memberi atensi serius atas kasus tersebut.
“Yang mengejutkan adalah data bahwa 75 persen narapidana di Lapas di NTT adalah pelaku kejahatan seksual. Ini angka yang luar biasa dan sangat mengkhawatirkan,” ujarnya. Andreas juga menyinggung bahwa data ini menunjukkan bahwa permasalahan di NTT bukan semata soal hukum, tetapi juga terkait dengan kemiskinan, pendidikan, dan budaya patriarki.
Dalam paparannya, Koordinator APPA NTT, Sere Aba, menyatakan bahwa kejahatan seksual oleh AKBP Fajar adalah pintu pembuka dari sistem kekerasan yang lebih luas. Ia hadir bersama perwakilan lembaga dan aktivis dari Kupang serta lembaga nasional seperti KPAI, Komnas HAM, Komnas Perempuan, LPSK, dan Kementerian PPPA.
Ketua TP-PKK NTT, Asti Kalena, yang turut memberikan keterangan, memaparkan data peningkatan kekerasan seksual di NTT. Menurut data Dinas P3A P2KB Provinsi NTT, pada 2024 tercatat lebih dari 400 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sedangkan hanya dalam tiga bulan pertama 2025, sudah tercatat 140 kasus. Diperkirakan angka ini bisa mencapai lebih dari 600 kasus pada akhir tahun jika tidak ada intervensi yang signifikan
“NTT menghadapi tiga persoalan utama, yaitu kemiskinan, stunting, dan kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak. Tiga isu ini saling berkaitan dan menjadi tantangan serius bagi masa depan generasi NTT,” ujar Asti.
APPA NTT menyampaikan tiga tuntutan utama kepada Komisi XIII DPR RI:
1. Memastikan LPSK memberikan perlindungan penuh kepada para korban serta pemenuhan hak-hak mereka, termasuk hak pendidikan, keadilan, dan pemulihan sosial.
2. Mendesak Kemenkumham dan Komnas HAM menyatakan kejahatan AKBP Fajar sebagai pelanggaran HAM berat.
3. Mendesak pengawasan ketat atas proses hukum agar tidak ada intervensi mafia peradilan yang meringankan hukuman pelaku atau mengabaikan hak korban.
Komisi XIII menyambut tuntutan tersebut dan berjanji akan meneruskannya kepada mitra kerja terkait, termasuk LPSK, Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Kementerian Hukum dan HAM.
“Kami di Komisi XIII akan mengawal dan memastikan bahwa korban mendapatkan keadilan, dan kasus ini menjadi pelajaran untuk mencegah terulangnya kejahatan serupa,” tutup Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Dengan tingginya angka kekerasan seksual dan minimnya perlindungan bagi korban di NTT, para aktivis mendesak agar pemerintah pusat tidak hanya melihat kasus ini sebagai persoalan lokal, melainkan sebagai krisis nasional yang mengancam masa depan generasi muda Indonesia, terutama perempuan dan anak-anak di wilayah rentan. •ssb/rdn