Saatnya Perkuat Perdagangan Antar-Anggota Negara OKI di Tengah Ketegangan Global
- Mei 14, 2025
- 0
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Galih Dimuntur Kartasasmita, menyerukan pentingnya mempererat kerja sama ekonomi antarnegara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Hal itu perlu dilakukan di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik dan tantangan ekonomi global.
Hal ini ia sampaikan usai menghadiri 11th Meeting of the Specialised Standing Committee on Economic Affairs and the Environment, bagian dari Konferensi ke-19 Parliamentary Union of the OIC Member States (PUIC) yang digelar di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (5/13/2025).
“Dalam keadaan global economic seperti ini, global tension yang sedang memanas, ini saatnya negara-negara Islam, terutama parlemen sebagai secondary trench diplomasi, harus bisa bicara untuk memperbesar trade di antara kita,” ujar Galih.
Ia menyoroti lemahnya konektivitas perdagangan antarnegara OKI, yang tercermin dari data bahwa dari 57 negara anggota, hanya 14 di antaranya yang memiliki perjanjian perdagangan antarnegara. Kondisi ini menurutnya menjadi penghambat bagi pertumbuhan ekonomi bersama, bahkan dalam sektor-sektor strategis seperti produk halal.
“Bahkan di produk halalnya, yang memasok negara-negara ini justru negara-negara non-halal yang punya perjanjian perdagangan. Jadi kita harus memperkuat itu, termasuk sektor sains, teknologi, dan lainnya,” tambah Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Legislator Dapil Jawa Barat IX ini menilai forum PUIC menjadi momentum strategis untuk memperdalam dialog dan membangun kesepakatan antar parlemen negara anggota OKI demi memperkuat kerja sama ekonomi yang selama ini belum optimal.
“Kita sedang berada dalam era tarif dunia yang semakin kompleks. Ini saatnya kita kembangkan perdagangan dengan negara-negara yang memang hubungan perdagangannya belum kuat. Khususnya sesama negara dengan penduduk mayoritas Muslim,” jelasnya.
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia, menurut Galih, memiliki peran penting dalam menjembatani kerja sama antarnegara OKI, termasuk dengan negara-negara yang memiliki sistem sekuler namun mayoritas berpenduduk Muslim.
“Kita bukan negara Islam, bukan negara syariah, tapi penduduk Islam kita paling besar. Banyak negara seperti itu. Jadi kita pererat saja hubungan ini, karena kita tidak tahu kondisi ekonomi dunia kedepan seperti apa. Yang pasti, kita harus bisa saling memperkuat di antara sesama,” tegasnya.
Diketahui, potensi perdagangan Negara-Negara OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) sangat besar dan strategis, baik secara ekonomi, geografis, maupun demografis. Negara-negara anggota OKI (57 negara) tersebar di Asia, Afrika, dan sebagian Eropa, mencakup berbagai sumber daya alam dan pasar yang luas.
Adapun total populasi negara-negara OKI sebanyak 2 miliar jiwa. Sebagian besar adalah konsumen produk halal, energi, dan kebutuhan dasar. Permintaan tinggi atas produk halal, obat-obatan halal, keuangan syariah, dan produk makanan dan minuman halal.
Di sisi lain, perdagangan Intra-OKI (intra-OIC trade) yang masih rendah tapi tumbuh atau baru sekitar 20–25 persen dari total perdagangan mereka. OKI menargetkan peningkatan perdagangan internal hingga 25 persen pada tahun 2025. Adapun tantangannya adalah hambatan tarif, perbedaan regulasi, infrastruktur, dan stabilitas politik.
Negara-negara OKI memiliki potensi perdagangan yang sangat besar dari sisi sumber daya, pasar, dan posisi strategis. Namun, realisasi potensi ini tergantung pada peningkatan integrasi ekonomi, penghapusan hambatan perdagangan, dan penguatan kolaborasi antar negara anggota. •we/rdn