19 April 2025
Ekonomi dan Keuangan

Otoritas Fiskal-Moneter Harus Intens Berkoordinasi Guna Atasi Pelemahan Daya Beli

  • April 16, 2025
  • 0

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, M. Hanif Dakhiri, saat memimpin Rapat bersama Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Semarang, Jawa Tengah, Senin (14/4/2025). Foto: Safitri/vel.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, M. Hanif Dakhiri, saat memimpin Rapat bersama Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Semarang, Jawa Tengah, Senin (14/4/2025). Foto: Safitri/vel.


PARLEMENTARIA, Semarang 
– Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, M. Hanif Dakhiri, menyoroti daya beli masyarakat Indonesia yang menunjukkan pelemahan, termasuk di Jawa Tengah. Hal itu menjadi paradoks di saat kondisi makro ekonomi dan nilai tukar rupiah yang terpantau stabil. Hanif pun meminta adanya langkah konkret dan koordinasi yang lebih erat antara otoritas fiskal dan moneter untuk mengatasi tantangan tersebut.

“Namun juga ada realitas khususnya di Jawa Tengah ya, bahwa daya beli masyarakat kita juga melemah.  Sehingga ini harus juga diintervensi dari banyak sisi,” ucapnya saat memimpin Rapat bersama Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Semarang, Jawa Tengah, Senin (14/4/2025).

Ia menuturkan meskipun inflasi Jawa Tengah terkendali di angka 0,75 persen year-on-year (yoy) dan nilai tukar rupiah per 14 April 2025 berada di kisaran level Rp16.790, Hanif melihat bahwa kondisi tersebut belum sepenuhnya mencerminkan kesejahteraan masyarakat.

“Stabilitas makro sudah baik, tapi realitanya, daya beli masyarakat masih melemah,” ujar Politisi Fraksi PKB ini.

Menurutnya, stabilitas nilai tukar rupiah tidak serta merta meningkatkan daya beli masyarakat. Hanif menilai bahwa stagnasi pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah, yang hanya dari 4,97 persen menjadi 4,95 persen (yoy), menjadi indikasi bahwa keseimbangan antara sektor keuangan dan ekonomi riil belum sepenuhnya tercapai.

“Dalam situasi seperti ini, masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah paling terdampak karena kemampuan konsumsi mereka terus menurun,” jelas Mantan Menteri Tenaga Kerja ini.

Legislator Senayan itu secara khusus menyebut peran Bank Indonesia (BI) dan pemerintah sebagai otoritas moneter dan fiskal perlu bekerja lebih sinergis dalam memberi stimulus yang dapat mendorong penguatan daya beli masyarakat. Meskipun BI Jawa Tengah aktif dalam mendorong UMKM dan memperluas penggunaan sistem pembayaran digital (QRIS) yang telah mencapai 7,7 juta pengguna, Hanif menegaskan pentingnya langkah lanjutan yang menyentuh langsung daya beli masyarakat.

“Nah, karena itu kita dorong agar BI juga melakukan penguatan untuk daerah, baik di provinsi maupun kabupaten dan kota, juga mendorong sektor-sektor produktif ini untuk bisa lebih dioptimalkan. Misalnya industrialisasi, industri lokal, kemudian efisiensi dari rantai pasok dan lain sebagainya,” jelasnya.

Dalam hal ini, pihaknya mendorong penurunan suku bunga agar pertumbuhan kredit dapat meningkat dan likuiditas masyarakat bertambah. Saat ini, pertumbuhan kredit nasional berada di sekitar 10,5 persen. Selain itu, ia mendesak agar program-program stimulus pemerintah segera dijalankan untuk mendorong konsumsi rumah tangga yang menjadi motor utama penggerak ekonomi.

“Oleh karena itu kita mendorong agar otoritas fiskal maupun moneter juga berkoordinasi lebih intensif untuk memastikan agar daya beli masyarakat ini bisa naik. Program-program pemerintah harus segera dijalankan sehingga ekonomi bisa muter karena stimulus dari pemerintah ini kan sangat penting bagi pergerakan ekonomi yang ada di bawah,” urainya.

Menurut Hanif, tindakan harus segera dilakukan. Ia berharap koordinasi antara BI dan kementerian terkait bisa lebih responsif dalam menghadapi tantangan daya beli di tengah stabilitas makro yang sudah tercipta. “Program pemerintah harus dipercepat, karena stimulus sangat penting untuk memutar roda ekonomi, terutama di tingkat bawah,” tegasnya. •srw/rdn

EMedia DPR RI