Novita Hardini: Penghapusan DAK Pariwisata Jadi Beban Berat bagi Daerah
- 0
- 2 min read
Anggota Komisi VII DPR RI, Novita Hardini. Foto: Mentari/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI, Novita Hardini, menyampaikan kritik tajam terhadap keputusan Kementerian Pariwisata yang menghapuskan Dana Alokasi Khusus (DAK) sektor pariwisata untuk tahun anggaran 2025. Dalam rapat kerja di Gedung DPR RI, Rabu (20/112024), Novita menilai kebijakan ini akan menjadi pukulan berat bagi daerah, terutama wilayah dengan kapasitas fiskal terbatas seperti Kabupaten Trenggalek.
“Saya mengingat masa awal pemerintahan Presiden Jokowi, ketika sektor pariwisata menjadi program prioritas dengan anggaran besar. Pada 2023, DAK Pariwisata mencapai Rp447 miliar. Namun, sangat disayangkan untuk 2025 anggaran ini dihapus, yang akan menyulitkan daerah-daerah seperti Trenggalek,” ujar Novita.
Sebagai satu-satunya legislator perempuan dari dapil Jawa Timur VII, Novita menyoroti ketimpangan kapasitas fiskal Trenggalek, yang memiliki potensi pariwisata besar tetapi terbentur keterbatasan anggaran. Trenggalek tercatat memiliki 36 desa wisata dari total 6.044 desa wisata di Indonesia dan bahkan menempati posisi ketiga dalam Lomba Desa Wisata Nasional.
“Desa-desa wisata di Trenggalek memiliki potensi luar biasa. Salah satunya, Desa Masaran di Kecamatan Bendungan, bahkan sudah kami angkat ke layar lebar melalui film Sinden Gaib yang tayang di bioskop. Namun, dengan APBD hanya Rp1,6 triliun, di mana sebagian besar habis untuk gaji dan operasional, anggaran untuk pembangunan infrastruktur kurang dari Rp60 miliar per tahun. Ini sangat terbatas,” jelasnya.
Novita menekankan bahwa tanpa DAK Pariwisata, pemerintah daerah akan kesulitan membangun infrastruktur dan fasilitas pendukung desa wisata, yang selama ini menjadi salah satu penggerak ekonomi lokal.
“Kami mendesak Kementerian Pariwisata untuk mempertimbangkan kembali penghapusan DAK Pariwisata. Anggaran ini sangat penting bagi daerah seperti Trenggalek, yang menggantungkan harapan besar pada sektor pariwisata,” tegas politisi dari Fraksi PDI-Perjuangan tersebut.
Ia juga mengingatkan bahwa pariwisata memiliki dampak berganda (multiplier effect) yang besar bagi ekonomi masyarakat. Penghapusan DAK berpotensi menghambat pertumbuhan sektor ini, sekaligus membatasi peluang bagi masyarakat lokal yang hidupnya bergantung pada pariwisata.
“Pariwisata bukan hanya soal keindahan alam, tetapi juga soal kesejahteraan masyarakat. Jika pengembangannya terhambat, dampaknya akan langsung terasa. Saya berharap kebijakan ini dievaluasi agar potensi ekonomi daerah tidak tersia-sia,” tutup Novita. •bia/aha