Hetifah: Evaluasi Peran Orang Tua dalam Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah untuk Tuntaskan Kasus Kekerasan Guru
- 0
- 3 min read
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian. Foto: Dep/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Kasus kekerasan terhadap guru semakin marak dilaporkan oleh orang tua murid. Terbaru kasus guru honorer bernama Supriyani yang ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pemukulan terhadap siswa yang merupakan anak seorang polisi di Polsek Baito Sulawesi Selatan. Kasus ini menambah daftar panjang insiden serupa yang menarik perhatian publik.
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, merasa prihatin atas kejadian itu. Ia menilai berbagai penyebab meningkatnya kekerasan terhadap guru. Menurutnya penghargaan masyarakat terhadap profesi guru terus menurun. Ditambah lagi masalah disiplin siswa, kesehatan mental, dan tekanan akademis dan sosial yang tidak tertangani dengan baik juga menjadi penyebab. Hetifah juga menyoroti dampak negatif dari sosial media dan teknologi yang sering kali membuat siswa mudah terpicu untuk melaporkan kejadian dengan cara berlebihan kepada orang tua.
Ia menjelaskan bahwa kasus kekerasan terhadap guru bukanlah fenomena yang hanya terjadi di Indonesia, negara seperti Jepang, Amerika Serikat hingga Perancis juga menghadapi masalah serupa. Sebagai contoh, seperti dilansir oleh BBC, anak usia 12 tahun menodong kepala gurunya dengan pistol di sebuah SMP North Scott, Eldridge, kawasan dekat Iowa pada 31 Agustus 2018. Beruntung guru tersebut berhasil membujuk siswa untuk menurunkan senjata dan kemudian didakwa melakukan percobaan pembunuhan dan membawa alat senjata tajam ke sekolah.
Untuk mengatasi masalah ini, Legislator Fraksi Golkar itu menekankan perlu pendekatan yang komprehensif. Ia menyarankan beberapa hal, seperti pelatihan manajemen kelas dan resolusi konflik bagi guru; implementasi sistem pelaporan dan penanganan insiden kekerasan di sekolah; program dukungan psikologis untuk guru yang menjadi korban kekerasan; kampanye kesadaran masyarakat tentang pentingnya menghormati profesi guru; penerapan sanksi hukum yang tegas terhadap guru; dan kerjasama antara sekolah, orang tua, dan komunitas untuk menciptakan lingkungan yang aman.
“Hal ini seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 mengatur tentang guru dan dosen dimana Guru memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,” ungkapnya melalui rilis yang diterima Parlementaria, Rabu (30/10/2024).
Lebih lanjut, Hetifah menggarisbawahi pentingnya keterlibatan orang tua dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Ia berpendapat bahwa selama ini banyak orang tua yang menganggap bahwa tugas mendidik sepenuhnya berada di tangan guru, padahal peran orang tua sangat penting dalam tumbuh kembang anak.
“Orang tua perlu memahami metode pengajaran dan visi sekolah sesuai dengan integrasi tri pusat pendidikan, orang tua sudah seharusnya terlibat secara aktif dalam pembelajaran sekolah karena sejatinya peran pembelajaran tidak bisa dibebankan hanya kepada sekolah tetapi juga merupakan tugas bersama antara guru, sekolah, orang tua, dan masyarakat,”jelasnya.
Menurut penelitian, lanjut hetifah, keterlibatan orang tua murid berdampak baik dalam peningkatan proses pembelajaran dan peningkatan hasil belajar siswa. Selain itu, keterlibatan orang tua dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah dapat meningkatkan kinerja sekolah serta dapat meningkatkan parenting skill orang tua. Bak dua sisi mata uang, selain dari sisi orang tua, guru-guru juga perlu memahami pentingnya budi pekerti.
“Selama ini anak didik selalu diajarkan untuk menjadi pelajar Pancasila dan harus memiliki budi pekerti yang baik, namun tentunya sikap ini tidak akan tercermin tanpa peran dan contoh sikap dari guru dan orang tua. Guru harus diberikan ruang untuk mendisiplinkan siswa tanpa kekerasan, dan siswa juga harus diberikan perlindungan dari segala sikap kekerasan,” pungkasnya. •rnm/aha
- Berita Utama
- Komisi X