PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmad Gobel, mengingatkan pelaku industri dalam negeri untuk mewaspadai rencana penerapan bea impor tambahan terhadap sejumlah produk impor.
“Mekanismenya bisa rumit dan memberi pekerjaan tambahan kepada pelaku industri dalam negeri, sementara barang impor jalan terus masuk ke pasar dalam negeri,” ungkap Gobel dalam keterangan tertulis kepada Parlementaria, di Jakarta, Kamis (11/7/2024).
Seperti diberitakan berbagai media, pemerintah saat ini sedang menggodok peraturan untuk menerapkan bea impor tambahan bagi sejumlah produk dari negara yang melakukan praktik dumping serta sejumlah produk yang sudah bisa diproduksi di Indonesia. Bea impor tambahan itu bisa mencapai 200 persen. Dumping adalah praktik dagang yang dilakukan oleh eksportir dengan cara menjual barang di luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri.
Rencana itu dilatarbelakangi oleh maju-mundurnya sikap pemerintah dalam mengatur impor dan perlindungan terhadap industri dalam negeri. Awalnya diatur dalam Permendag Nomor 36 Tahun 2023. Permendag itu kemudian direvisi menjadi Permendag Nomor 7 Tahun 2024 yang mengharuskan adanya pertimbangan teknis (pertek) untuk sejumlah produk yang sudah diproduksi di dalam negeri.
Namun, belum sempat berjalan, permendag itu kembali direvisi melalui Permendag Nomor 8 Tahun 2024, yang mengecualikan sejumlah produk dari persyaratan pertek, yaitu produk tekstil, pakaian jadi, elektronika, dan katup. Akibatnya, sejumlah pabrik tekstil bangkrut dan puluhan ribu buruh kehilangan pekerjaan. Sejumlah kontrak untuk Original Equipment Manufacture (OEM) di bidang elektronika juga dibatalkan.
Seperti dikutip sejumlah media, Menteri Perdagangan menyatakan pemerintah mengenakan bea impor tambahan untuk melindungi produk dalam negeri. Bea impor tambahan itu melalui instrumen Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD).
Menurutnya, ada tujuh komoditas yang akan terkena bea impor tambahan tersebut, yaitu tekstil dan produk tekstil, pakaian jadi, keramik, elektronika, kosmetika, barang tekstil jadi, dan alas kaki. Penerapan regulasi itu akan melibatkan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).
Gobel mempertanyakan efektivitas regulasi pengenaan bea impor tambahan tersebut. Karena hal itu akan memaksa pelaku industri di Indonesia mendaftarkan kasusnya di KPPI dan KADI jika ingin suatu produk terkena bea impor tambahan. Untuk bisa mendaftarkan itu, pelaku industri harus melakukan sejumlah persiapan seperti pengumpulan data.
“Ini namanya pelaku industri harus bekerja di luar tugasnya membuat barang. Padahal pengaduannya belum tentu diterima dan prosesnya pun lama,” katanya.
Selain itu, Gobel mengingatkan agar pemerintah mempelajari bagaimana negara-negara yang berpenduduk besar melindungi dan membangun industri di dalam negeri. “Mereka sangat canggih dalam menerapkan nontariff barrier (NTB). Negara berpenduduk besar seperti Indonesia merupakan target market yang menggiurkan,” katanya.
Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah itu, pemerintah diminta kembali ke regulasi seperti yang diatur dalam Permendag Nomor 7 Tahun 2024. “Ini cara yang paling ampuh dan efisien,” kata Politisi Fraksi Partai NasDem ini. •rdn