PARLEMENTARIA, Surabaya – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menegaskan bahwa perlu adanya perubahan paradigma dalam penyusunan RUU terkait perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Perubahan tersebut terkait bagaimana dari yang bersifat wisata yang berorientasi pada jumlah (mass tourism) menjadi wisata yang berorientasi pada kualitas (quality tourism), sebagaimana menjadi semangat dalam perubahan UU tersebut.
“Memang harus ada perubahan paradigma karena dulu pada masa pemerintahan sebelumnya dan juga sebelum Covid-19 kita ini lebih mementingkan jumlah turis. Sehingga, mass tourism target kita 20 juta (orang) dan sekarang sudah tidak lagi karena lebih menuju ke quality tourism,” ujar Abdul Fikri kepada Parlementaria usai melakukan Kunjungan Kerja Panja RUU Kepariwisataan di Universitas Ciputra, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (28/6/2024).
Politisi Fraksi PKS tersebut juga menjelaskan apabila pemerintah mendorong quality tourism di sektor kepariwisataan, maka akan banyak sekali dampak positif yang diberikan. Salah satunya mengangkat perekonomian dan lingkungan yang berkelanjutan.
“Quality tourism itu kalau dari sisi jumlah barangkali kita harus melihat dampak ekonomi, spending money, length of stay, dan sebagianya. Sehingga mengangkat perekonomian Indonesia dan khususnya di destinasi wisata lokal. Kemudian, dari sisi lingkungan berkelanjutan agar bagaimana supaya itu jadi destinasi wisata namun tidak merusak lingkungan. Sehingga, (pariwisata) kita tidak hanya memenuhi kebutuhan orang sekarang tapi generasi yang akan datang juga (harus) diperhatikan,” jelas Abdul Fikri.’
“Sehingga, (pariwisata) kita tidak hanya memenuhi kebutuhan orang sekarang tapi generasi yang akan datang juga (harus) diperhatikan”
Politisi Dapil Jawa Tengah IX itu menerangkan ada yang menarik dari pertemuan dengan Universitas Ciputra dalam pengembangan Pendidikan Vokasi sektor pariwisata, yaitu dengan cara mengubah pandangan pariwisata dengan skema business as usual yang selama ini sering terdengar.
”Pariwisata dan Ekonomi Kreatif cenderung melestarikan, menikmati, memanfaatkan dan mengembangkan, istilahnya ‘business as usual’ sesuai dengan kewenangan di pusat, provinsi dan kabupaten kota begitu saja. Tetapi di Universitas Ciputra ini kita mendapatkan kesimpulan bahwa kalau Pendidikan Vokasi itu kan (punya prinsip) BMW, yaitu Bekerja, Melanjutkan studi, dan Wirausaha). Tetapi, kalau di sini kewirausahaan jadi di depan. Sehingga, ini yang mungkin belum mendapatkan porsi yang cukup dengan kalimat-kalimat atau pasal dan bab di Revisi UU (Kepariwisataan). Sekarang ini perlu ditekankan bagaimana caranya supaya Pendidikan kepariwisataan itu orientasinya ke (persoalan) kewirausahaan (harus) lebih besar,” tambahnya.
Abdul Fikri berharap di masa yang akan datang sektor pariwisata bisa menjadi penggerak utama perekonomian Indonesia. Hal itu dapat bermula dari semangat perubahan dari mass tourism menjadi quality tourism. Sehingga, sektor pariwisata yang awalnya hanya sektor yang bersifat pilihan dan tidak terlalu diperhatikan kemudian menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.
“Mudah-mudahan ini jadi terlaksana dan bagaimana supaya maju tetapi kita tidak merusak lingkungan,” tutupnya. •aar/rdn