PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi X DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Panja ke Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Dalam kunker yang membahas tentang revisi UU Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan tersebut, Komisi X diterima langsung oleh Direktur Politeknik Pariwisata Medan dan jajarannya serta stakeholder terkait bidang pariwisata di Sumut
Ketua Tim Kunjungan Kerja Panja RUU Kepariwisataan Komisi X DPR RI ke Provinsi Sumatera Utara Djohar Arifin Husin menyampaikan bahwa kepariwisataan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan nasional sebagai bagian dari upaya mencapai tujuan bernegara.
Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memajukan pariwisata sebagai sarana untuk memperkuat ketahanan dan keragaman budaya, menikmati keindahan alam, mempelajari peninggalan sejarah, mengembangkan kreatifitas manusia, dan memperkokoh hubungan antar bangsa dengan tetap menjaga nilai, adat istiadat, dan warisan budaya yang tetap harus dilindungi dan dihormati.
“Memajukan kepariwisataan, diperlukan langkah strategis yang berkualitas dan berkelanjutan, dengan memperhatikan aspek pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat, pelestarian budaya, kelestarian lingkungan hidup, dan peningkatan ekonomi. Kondisi alam, flora dan fauna, serta peninggalan purbakala, seni dan budaya, merupakan sumber dan modal pembangunan kepariwisataan,” ujar Djohar Arifin kepada Parlementaria di Kota Medan, Sumut, Jum’at (28/6/2024).
Ia mengungkapkan, hal tersebut dipertegas melalui UU 10/2009 Tentang Kepariwisataan, bahwa kepariwisataan bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya, memajukan kebudayaan, mengangkat citra bangsa, memupuk rasa cinta tanah air, memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa dan mempererat persahabatan antarbangsa.
“Kepariwisataan merupakan sumber daya dan modal pembangunan yang memberikan pendapatan negara yang cukup besar. Data Kemenparekraf 2015, sektor pariwisata berkontribusi sebesar US$12,33 Miliar atau setara dengan Rp 169 triliun kepada penerimaan negara,’ ucapnya.
Empat tahun kemudian, lanjut Djohar, pendapatan devisa sektor pariwisata mengalahkan migas dan hasil ekspor di tahun 2019. Pemerintah menargetkan 20 juta wisatawan mancanegara berkunjung ke Indonesia di tahun 2019 untuk mencapai target pendapatan devisa dari sektor pariwisata sebesar US$20 miliar.
Ia menambahkan, setelah mengalami Pandemi Covid-19 yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepariwisataan, Menparekraf/KaBaparekraf RI pada Raker 12 September yang lalu menyampaikan bahwa pada tahun 2024 mendatang, pemerintah menargetkan total kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 9,5 – 14,3 juta kunjungan. Bahkan, target berikutnya adalah meningkatkan devisa sektor pariwisata menjadi US$ 7,38 – 13,08 Miliar.
“Fokus kami adalah kondisi SDM kepariwisataan, termasuk pendidikan dan pelatihan SDM pariwisata serta riset kepariwisataan”
“Optimisme ini harus didukung oleh semua pihak. Bukan hanya oleh anggaran, sarana-prasarana, maupun sumber daya manusia yang berkualitas, namun pariwisata harus didukung oleh regulasi yang sesuai dengan perkembangan jaman,” tegas Djohar.
Dikatakannya, sepanjang kurun waktu 13 tahun berlaku, UU UU 10/2009 Tentang Kepariwisataan dianggap belum optimal mencapai tujuannya. Seiring perkembangan teknologi-informasi dan dampak pandemi Covid-19, sektor pariwisata perlu merevisi pengaturan dalam UU tersebut.
“Saat ini, Komisi X DPR RI tengah menggodog Revisi UU Kepariwisataan. Pada kunjungan di Poltekpar ini, fokus kami adalah kondisi SDM kepariwisataan, termasuk pendidikan dan pelatihan SDM pariwisata serta riset kepariwisataan. Intinya adalah, pendidikan dan pelatihan kepariwisataan masih perlu ditingkatkan,” kata politisi Fraksi Partai Gerindra itu.
Menurutnya, SDM pariwisata merupakan salah satu hal yang dibutuhkan dalam pengembangan destinasi wisata dan merupakan salah satu nilai utama dalam meningkatkan kualitas dan diversifikasi produk pariwisata. Dengan SDM yang terampil hal tersebut bisa dilakukan melalui inovasi dan keterpaduan pemasaran yang selaras dengan klaster ekonomi kreatif dan kearifan lokal.
Ia juga menyatakan, pemenuhan indikator SDM yang terampil ini dalam kenyataannya masih terhambat sejumlah permasalahan, seperti minimnya pengaturan terhadap pembangunan SDM kepariwisataan maupun adanya disharmoni pengaturan terkait ketenagakerjaan dengan undang-undang terkait lainnya.
“Kualitas SDM pariwisata dan juga ekonomi kreatif tentu saja terkait erat dengan pendidikan dan riset pariwisata mengingat penyelenggaraan kepariwisataan merupakan kegiatan pariwisata yang harus terencana, terkoordinasi, dan berkelanjutan, sehingga riset dan pendidikan memiliki posisi yang sangat penting dan strategis,” tuturnya.
Djohar menyebutkan bahwa dalam konsep penyelenggara kepariwisataan, riset dan pendidikan merupakan dua hal utama dalam ekosistem kepariwisataan Namun mungkin minim dilakukan.
“Oleh karena itu pendidikan kepariwisataan, perlu berkontribusi lebih banyak dalam mendukung pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan memberikan suplai SDM. Kunjungan ke Politeknik Pariwisata Medan ini menjadi penting untuk mendapatkan masukan terkait pendidikan dan riset pariwisata, untuk mendukung revisi UU Kepariwisataan,” tutup Djohar. •dep/rdn