PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Anggaran DPR RI My Esti Wijayati menilai tidak ada kesetaraan pada alokasi anggaran pendidikan keagamaan. Bahkan, menurutnya, pendidikan keagamaan yakni pendidikan sekolah yang ada di bawah naungan Kementerian Agama seharusnya malah mendapat porsi lebih. Hal itu karena banyak orang tidak mampu yang dititipkan di sekolah keagamaan.
“Ini menjadi sebuah pernyataan saya tadi, ada ketidakadilan dan ada ketidaksetaraan. Jumlah siswa di bawah Kemendikbud 40 sekian juta, Kemenag 11 sekian juta, artinya 1 banding 4 lalu program PIP kalau tadi siswanya 1 banding 4, PIP-nya 1 banding 10. Sekarang beasiswa di Kemenag hanya sekitar 2 juta mestinya minimal 5 juta,” ujarnya kepada Parlementaria seusai mengikuti Rapat Panja RKP dan Prioritas Anggaran TA 2025 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (24/06/2024).
Diketahui secara nasional, kuota Program Indonesia Pintar (PIP) 2024 milik Kementerian Agama adalah sebesar 2.329.663 orang. Kuota ini didistribusikan kepada 1.028.209 siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI), 907.961 siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan 393.493 siswa Madrasah Aliyah (MA). Sementara itu, di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi terdapat kuota untuk 18,6 juta siswa.
“Kalau kita berpikir lebih jauh, mestinya (beasiswa) yang di Kemenag lebih banyak. Mengapa? banyak orang tidak mampu dititipkan di sekolah keagamaan dan tempat sekolah-sekolah itu juga banyak yang di daerah-daerah terpencil, tertinggal,” ujarnya.
“Banyak orang tidak mampu dititipkan di sekolah keagamaan dan tempat sekolah-sekolah itu juga banyak yang di daerah-daerah terpencil, tertinggal”
Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini menuntut Pemerintah untuk berlaku setara pada pendidikan yang ada di Kemendikbudristek dan Kemenag. Karena walaupun berbeda atap, pendidikan keagamaan ini juga penting karena menyangkut masa depan bangsa. Ia juga meminta agar keran Dana Alokasi Khusus (DAK) bagi pendidikan keagamaan juga dibuka agar pemerintah daerah juga dapat memperhatikan pendidikan keagamaan.
“Itu fungsi pendidikan (di Kemenag) judulnya sama dengan fungsi pendidikan yang ada di Kemendikbud hanya beda kewenangannya. Kalau memang tidak mau susah-susah ya jadiin satu saja. Bagaimana (agar) pondok pesantren, pendidikan keagamaan jadinya di bahwa Kemendikbud? supaya apa? Kualitasnya, fasilitasnya, gurunya juga diperhatikan,” pungkasnya. •gal/rdn