Infrastruktur Pendidikan Belum Sinkron, Tantangan Selesaikan RUU Bahasa Daerah
- 0
- 2 min read
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) Komisi X DPR RI ke Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat. Foto: Nadhen/nr.
PARLEMENTARIA, Bandung – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf menemukan bahwa infrastuktur pendidikan masih belum sinkron untuk segera menyelesaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Bahasa Daerah. Temuan ini didapat dalam Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) Komisi X DPR RI ke Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat.
Dede menjelaskan bahwa guru bahasa daerah di Kota Pasundan ini masih belum sebanding dengan jumlah sekolah yang ada. Fasilitas sarana belajar bahasa daerahnya pun kata Dede masih kurang dari segi kuantitas.
“Masih banyak guru pengajar Bahasa Sunda yang belum bisa meng-cover sekian banyak sekolah, artinya masih kekurangan dari sisi guru. Kemudian kedua juga buku-buku seperti kamus Bahasa Sunda itu sendiri juga belum,” ucapnya, Kamis (21/3/2024).
Oleh karena itu, menurutnya masih agak sulit untuk menyelesaikan RUU Bahasa Daerah dengan segera. Lanjutnya, RUU ini erat kaitannya dengan mumpuni atau tidaknya dunia pendidikan untuk mengejahwantahkan amanat yang akan tertuang di sana.
“Infrastruktur bahasa daerah itu nanti akan menyangkut kepada kampus-kampus yang melahirkan guru-guru bahasa daerah, kemudian juga bagaimana di sekolah-sekolah,” kata Dede.
Kurangnya guru bahasa daerah ini juga disinyalir karena masih minimnya formasi untuk mereka di rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN). Maka Dede bilang bahwa Komisi X akan menyampaikan temuan ini ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Anggota Komisi X DPR RI Rano Karno juga menyoroti minimnya formasi untuk guru bahasa daerah. Ia bahkan sangsi, tidak semua provinsi di Indonesia memiliki universitas yang membuka program studi (prodi) untuk mengajarkan bahasa daerahnya masing-masing.
Dalam wawancara usai Kunspek, ia berkata, “Bagaimana dengan daerah yang lain? Yang universitasnya tidak mengajarkan prodi itu. Yang ngajar nanti siapa? Jadi tadi itulah yang saya pertanyakan.”
Maka itu, menurutnya akan aneh jika nanti UU itu mengamanatkan pendidikan bahasa daerah, tapi tidak ada pengajarnya. Lebih lanjut Ia menjelaskan, UU ini dilahirkan bukan sekadar bicara tentang kurikulum, tapi juga harus memikirkan soal pengadaan guru.
“Kalau Undang-Undang Bahasa Daerah ini kita lahirkan, bukan hanya formulanya yang harus kita pikirkan, tapi bagaimana dengan formasi gurunya,” ucapnya.
Sebagai informasi, RUU Bahasa Daerah adalah rancangan produk legislasi yang diusulkan oleh DPD RI sejak 2019 yang lalu. Presiden RI, Joko Widodo telah bersurat ke Pimpinan DPR RI untuk menindaklanjuti usulan produk hukum ini. Kunspek kali ini adalah upaya DPR RI menampung berbagai aspirasi agar UU ini kelak terbentuk dengan baik. •ndn/aha
- Komisi X
- Seputar Isu