#Kesejahteraan Rakyat

Ashabul Kahfi Dukung Rencana Kemenag Jadikan Istithaah Syarat Pelunasan Ibadah Haji

Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi. Foto: Runi/nr.
Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi. Foto: Runi/nr.

Kementerian Agama (Kemenag) melalui Dirjen Penyelenggaran Ibadah Haji dan Umrah (PHU) akan melakukan penyesuaian kebijakan pelunasan biaya haji 1445 H/2024 M. Kemenag memastikan istithaah kesehatan akan menjadi syarat pelunasan biaya haji. Istithaah kesehatan jamaah Haji adalah kemampuan Jemaah Haji dari aspek kesehatan yang meliputi fisik dan mental yang terukur dengan pemeriksaan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi mendukung rencana Kementerian Agama yang akan menerapkan istitha’ah (kemampuan) kesehatan sebagai syarat pelunasan biaya haji. “Komisi VIII mendukung ide Gus Men (Menag Yaqut) yang ingin mendahulukan istitha’ah kesehatan sebelum melakukan pelunasan biaya haji,” ujar Ashabul dalam keterangan tertulis kepada Parlementaria di Jakarta, Rabu, (25/10/2023).

Sebelumnya, Kementerian Agama menyatakan istitha’ah (kemampuan) kesehatan bakal menjadi syarat bagi calon peserta ibadah haji dalam melakukan pelunasan biaya haji.  Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas meyakini penerapan persyaratan istitha’ah (kemampuan) kesehatan bakal menekan kasus jamaah haji yang sakit maupun wafat di Tanah Suci.  

Ashabul mengatakan persetujuan tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, ia menyaksikan sendiri bagaimana banyak peserta ibadah haji Lansia kepayahan di Tanah Suci karena tidak memenuhi istitha’ah haji. “Saya sempat menemukan ada 18 peserta haji lansia dirawat di Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI). Mereka berusia sekitar 70-80 tahun. Secara fisik mungkin mereka sehat, tapi ternyata secara mental mereka tidak memenuhi syarat istitha’ah karena demensia,” katanya.

Ia mengatakan syarat Istitha’ah kesehatan ini untuk menekan kasus peserta haji yang sakit maupun wafat. “Kita berharap tahun depan hal semacam ini tidak terjadi lagi,” kata dia. Menurutnya, batas toleransi istitha’ah yang selama ini diterapkan kepada jamaah masih longgar, sehingga belum menyaring istitha’ah secara maksimal.

“Untuk itu diharapkan ke depannya proses penilaian istitha’ah itu harus lebih diperketat sehingga mampu menyaring jamaah yang istitha’ah dan yang belum atau tidak istitha’ah,” terangnya. •tn/aha

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *