#Ekonomi dan Keuangan

Siti Mufattahah: Pinjam dari Pinjol untuk Kebutuhan Konsumtif, Hindari!

Anggota Komisi XI DPR RI, Siti Mufattahah. Foto: Farhan/nr.
Anggota Komisi XI DPR RI, Siti Mufattahah. Foto: Farhan/nr.

Anggota Komisi XI DPR RI, Siti Mufattahah mengingatkan masyarakat untuk menghindari pembiayaan dari P2P Lending/ Pinjaman Online untuk kebutuhan-kebutuhan konsumtif. Hal ini diungkapkannya pasca Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis data bahwa nilai Outstanding (tunggakan) Pinjaman Online (Pinjol) Per Mei 2023 di Jawa Barat mencapai Rp13,8 triliun dari Rp51,46 triliun total Outstanding Pinjaman Online di Indonesia.

“Masyarakat harus bijak dalam mengelola keuangan sehingga tidak berorientasi terhadap peminjaman kecuali sangat dibutuhkan terutama untuk yang produktif. Di luar itu usahakan menggunakan sumber keuangan yang ada,” ujar Siti saat ditemui Parlementaria, di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (6/7/2023)

Legislator Dapil Jawa Barat XI ini mengakui bahwa ia kaget dengan data yang diberikan OJK bahwa Provinsi Jawa Barat menjadi peringkat pertama perihal besaran outstanding pinjaman online dibandingkan provinsi lain di Indonesia.

“Ya cukup kaget juga kalau ternyata data menunjukan bahwa peminjam di Jawa Barat, outstanding-nya itu sebesar 13 koma (triliun) sekian,” ungkap Politisi Partai Demokrat menanggapi data yang disajikan OJK beberapa waktu lalu.

Menurut Politisi Partai Demokrat ini, tingginya angka peminjaman melalui platform pinjaman online juga merupakan euforia dari sistem digitalisasi termasuk digitalisasi layanan keuangan. Ia mengatakan bahwa tak jarang debitur melakukan peminjaman lantaran sekadar tergoda akan kemudahan mendapatkan dana secara mudah tanpa ada alasan kebutuhan yang mendesak. Informasi mengenai kemudahan tersebut lantas menyebar dengan mudah dan menjaring semakin banyak pengguna yang berarti semakin banyak pula dana yang dipinjam.

Siti lalu bercerita bahwa ia kerap menemukan masyarakat yang melakukan pinjaman melalui platform digital untuk pemenuhan kebutuhan, meski ada pula yang mengajukan pinjaman untuk keperluan yang lebih produktif. Kondisi ini didapatkannya setelah beberapa kali melakukan sosialisasi literasi keuangan.

“Mereka pada umumnya itu bukan karena keperluan mendesak sebenarnya tapi seperti perlu tapi nggak terlalu perlu dan karena mudah sebenarnya. Misalnya anak nangis pengen HP misalnya. Kebanyakan ya, tapi ada juga yang produktif dan berhasil itu ada. Cuma bagi orang-orang yang berpikir sempit dan ingin cepat, ingin instan itu yang kadang akhirnya bermasalah,” tutur Siti.

Siti menyadari bahwa digitalisasi layanan keuangan merupakan keniscayaan sekaligus memunculkan tantangan di masyarakat. Oleh karena itu literasi mengenai keuangan dan digitalisasi keuangan masih perlu dengan masif dilakukan. Baginya, ini juga masih menjadi salah satu pekerjaan rumah bagi Komisi XI DPR RI terutama para anggota dewan dari daerah pemilihan Jawa Barat.

Menutup pernyataan resminya, ia pun juga mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dalam memilih platform pinjaman online dan menghindari pinjol ilegal. Calon debitur harus secara detail membaca setiap klausul dari perjanjian peminjaman dan memahami setiap risiko yang akan muncul termasuk waktu jatuh tempo, denda dan bunga. •uc,iru/rdn

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *