Permasalahan Lahan Tanah Ulayat Kutai Barat Didorong Dibawa ke Panja Illegal Mining
- 0
- 2 min read
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto saat mengikuti pertemuan Komisi VII menerima audiensi Plt. Bupati Kutai Barat, MNP Law Firm PT Trubaindo Coal Mining di Senayan, Jakarta, Rabu (5/7/2023). Foto: Mentari/nr.
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mendukung agar permasalahan penggunaan lahan tanah ulayat antara masyarakat Kutai Barat dengan PT Trubaindo Coal Mining dibawa pada panitia kerja (panja) penambangan ilegal. Menurutnya, kejadian tersebut memungkinkan terjadi di tempat lainnya, sehingga perlu dikawal penyelesaiannya.
“Singkat kata, kami setuju Ini dibawa ke dalam panja illegal mining supaya kita betul-betul bisa mendalami dan kita lihat jangan-jangan di daerah lain juga hadir seperti ini sehingga kita betul-betul bisa membela masyarakat,” ungkap Mulyanto ketika Komisi VII menerima audiensi Plt. Bupati Kutai Barat, MNP Law Firm PT Trubaindo Coal Mining terkait Masalah Penggunaan lahan tanah ulayat untuk operasi pertambangan di Senayan, Jakarta, Rabu (5/7/2023).
Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa sudah menjadi tugas anggota DPR RI untuk memihak dan membela pada sisi yang benar, khususnya masyarakat. Sehingga meski DPR RI bukan merupakan lembaga peradilan, DPR RI akan terus mengawal kasus ini.
“Karena bisa jadi kasus seperti ini bukan hanya terjadi di sini, di tempat lain itu bisa terjadi dan akhirnya masyarakat yang dirugikan,” tegas Politisi Fraksi PKS ini.
Ia pun menilai bahwa meski secara administratif belum ditetapkan, namun secara substantif dan secara sejarah lahan ini dimiliki oleh masyarakat. Sehingga DPR RI harus memihak pada yang benar, pada masyarakat kecil.
“harus ada penyelesaian tuntas. Harus ada sebuah proses, baik proses hukum maupun proses politik yang menyebabkan kehidupan berbangsa bernegara kita ini damai. Saya setuju agar ini di dalam panja illegal mining,” pungkas Politisi Dapil Banten III.
Diketahui, PT Trubaindo Coal Mining dianggap telah melakukan pengrusakan tanah ulayat yang merupakan kawasan perhutanan untuk operasi pertambangan. Tindakan yang berlangsung selama 20 tahun tersebut menimbulkan protes pada masyarakat dan meminta adanya ganti rugi. Namun hingga saat ini, disebutkan bahwa masyarakat belum mendapatkan kesepakatan, bahkan kesempatan berkomunikasi. •hal,iru/aha