Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, Eka Widodo saat mengikuti kunjungan kerja di Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kamis, (27/11/2025). Foto : Upi/Andri
PARLEMENTARIA, Pangkal Pinang – Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, Eka Widodo, menegaskan bahwa negara harus hadir memastikan pelaku usaha kecil, menengah, hingga super mikro benar-benar mendapat akses pembiayaan yang layak melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR).
“Serapan akses KUR di level bawah masih sangat terbatas. Padahal merekalah yang paling membutuhkan, meski program ini sudah berjalan lebih dari dua dekade, berbagai persoalan masih terus muncul, terutama pada level usaha kecil seperti tukang bakso, tambal ban, dan pedagang keliling,” ujar Eka saat diwawancarai Parlementaria saat Kunjungan Kerja Spesifik BAKN DPR RI di Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kamis, (27/11/2025).
Ia juga menyoroti fenomena baru yang kini menjadi tantangan besar program KUR, yakni kemudahan pinjaman online (pinjol) yang justru menarik minat masyarakat kecil.
“Karena kemudahan akses pinjol, KUR mulai kurang peminat. Padahal bunga pinjol itu sangat tinggi, bahkan perusahaan besar saja mungkin tidak mau. Masyarakat kecil yang sedang merintis usaha bisa terjerat,” tegasnya.
Ia menilai perlu ada langkah serius negara untuk memastikan masyarakat kecil tidak terseret ke jeratan pinjaman berbunga tinggi tersebut.
Eka memastikan bahwa BAKN DPR RI akan lebih konsen mengawal tata kelola KUR, khususnya pada sistem yang dikelola Kementerian Keuangan dan Komite Kebijakan Pembiayaan UMKM.
“Kalau KUR tepat sasaran, dunia usaha sektor menengah bawah akan tumbuh. Serapan tenaga kerja juga naik, sesuai program prioritas Presiden,” jelasnya.
Terkait penyaluran KUR di Bangka Belitung, Eka menyebutkan bahwa provinsi tersebut masih dalam kategori kecil sehingga belum menjadi fokus utama BAKN. Namun, ia menyoroti data nasional BSI yang menunjukkan capaian penyaluran masih rendah.
“Kuota nasional BSI itu sekitar 17 triliun. Per Oktober 2025 baru terserap sekitar 10 triliun. Masih ada 7 triliun lagi dalam waktu dua bulan ini tantangan besar bagi BSI,” ungkap Politisi Fraksi PKB ini.
Eka mengungkapkan bahwa temuan BPK tahun 2023–2024 menunjukkan adanya kelebihan bayar subsidi bunga KUR akibat sejumlah masalah teknis seperti: penerima berstatus ASN yang tidak berhak, penerima yang memiliki kredit modal kerja lain (double financing), ketidaksesuaian data penerima dengan aturan Permenko. Namun, ia memastikan temuan tersebut tidak signifikan dan masih dapat diperbaiki.
“Sejauh ini BSI masih cukup proper. Hanya saja, target penyaluran harus dikejar,” ujarnya.
Ia juga, menegaskan bahwa kasus ASN menerima KUR terjadi karena ketidaksinkronan data negara, di mana: Dukcapil memiliki data kependudukan, BKN memiliki data kepegawaian, dan keduanya belum terintegrasi dengan sistem perbankan.
“Data belum tersentralisasi. Ada data A di Dukcapil, data B di BKN, jadi tidak nyambung. Inilah sebabnya ASN bisa lolos menerima KUR,” jelasnya.
Ia berharap ke depan, melalui inisiasi Kementerian Keuangan dan Menko Perekonomian, agar tidak terjadi integrasi penuh antara data Dukcapil, BKN, dan perbankan untuk mencegah penerima KUR yang tidak sesuai syarat.
“Kalau nanti dalam Permenko yang baru ASN tetap tidak boleh menerima KUR, maka sistem integrasi data harus diperbaiki agar tidak ke dobel,” pungkasnya. •upi/rdn