Ketua Komisi II DPR RI M. Rifqinizamy Karsayuda saat konferensi pers di Ruang Rapat Komisi II, Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (8/12/2025). Foto: Sari/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Persoalan pertanahan kembali menjadi sorotan utama Komisi II DPR RI, setelah lembaga tersebut mencatat ratusan aduan masyarakat sepanjang 2025. Dari total aspirasi yang masuk, Ketua Komisi II DPR RI M. Rifqinizamy Karsayuda mengungkapkan bahwa isu pertanahan mendominasi laporan publik dan menjadi pekerjaan besar bagi negara.
Rifqi menyampaikan bahwa Komisi II menerima 671 aspirasi masyarakat selama 2025, dan 287 di antaranya merupakan pengaduan terkait pertanahan. Jumlah tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan isu lain, mulai dari konflik rakyat–korporasi, sertifikat ganda, hingga dugaan praktik mafia tanah di berbagai daerah.
“Dari 671 aspirasi yang masuk, 287 adalah pertanahan. Ini berarti lebih dari sepertiga masalah masyarakat yang datang ke DPR adalah konflik tanah. Ini menunjukkan betapa serius dan mendesaknya persoalan ini di negara kita, termasuk ancaman mafia tanah,” kata Rifqi dalam konferensi pers di Ruang Rapat Komisi II, Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (8/12/2025).
Menurut Rifqi, banyaknya kasus pertanahan yang masuk memperlihatkan bahwa sistem agraria nasional masih menghadapi persoalan mendalam. Ia menyoroti temuan Panja PNBP Pertanahan yang mengungkap ketidaksinkronan data antara HGU, HGB, HPL hingga IUP di berbagai lembaga, sehingga membuka ruang bagi mafia tanah untuk bergerak lebih leluasa.
“Data pertanahan kita banyak yang tidak sinkron antar lembaga. Ada lahan negara yang tidak tercatat, ada kawasan yang tumpang tindih haknya. Situasi seperti ini membuat mafia tanah mudah bermain dan merugikan masyarakat,” jelas Legislator Fraksi Partai NasDem itu.
Rifqi juga mengapresiasi langkah Kementerian ATR/BPN yang sepanjang tahun ini berhasil menyelesaikan sejumlah kasus besar. Berdasarkan laporan yang diterima Komisi II, sebanyak 90 kasus pertanahan berhasil dituntaskan dari 107 target, 185 terduga mafia tanah diproses, dan 14.315 hektare tanah berhasil diselamatkan. Nilai potensi kerugian negara yang berhasil dicegah diperkirakan mencapai Rp23,3 triliun.
“14 ribu hektare tanah yang berhasil diselamatkan ini bukti bahwa negara bisa menang. Tapi kerja ini harus diperkuat, karena mafia tanah bergerak dengan cara-cara yang semakin canggih,” tegasnya.
Salah satu kasus yang menjadi perhatian besar Komisi II tahun ini adalah terbitnya sertifikat kepemilikan di wilayah laut atau pesisir, yang dikenal sebagai kasus Pagar Laut. Rifqi menegaskan bahwa penerbitan sertifikat di wilayah laut tidak memiliki dasar hukum, dan Komisi II meminta ATR/BPN melakukan audit nasional terhadap seluruh sertifikat di pesisir.
“Laut tidak bisa dimiliki pribadi. Kami meminta audit nasional agar kejadian seperti di Tangerang dan Sidoarjo tidak terulang. Negara tidak boleh kalah oleh mafia tanah,” tegas Rifqi.
Ia menekankan bahwa persoalan pertanahan harus ditangani secara sistemik, mulai dari penataan data, mempercepat digitalisasi layanan, hingga membuka akses publik melalui Dashboard Pengaduan Pertanahan agar masyarakat dapat memantau perkembangan kasus secara transparan.
“Isu pertanahan bukan hanya soal sengketa, tetapi juga soal keadilan agraria, ruang hidup masyarakat, dan penerimaan negara. Komisi II akan terus mendorong penyelesaian secara menyeluruh,” ujarnya. •fa/rdn