E-Media DPR RI

BAKN: PLN Harus Semakin Sehat dan Efisien

Tim Kunjungan Kerja BAKN DPR RI berfoto bersama usai pertemuan dengan PT PLN dalam rangka Penelaahan Hasil Pemeriksaan BPK RI terhadap PLN di Kantor PLN,Kota Bandung, Profinsi Jawa Barat, Senin (8/12/2026). Foto: Runi/vel.
Tim Kunjungan Kerja BAKN DPR RI berfoto bersama usai pertemuan dengan PT PLN dalam rangka Penelaahan Hasil Pemeriksaan BPK RI terhadap PLN di Kantor PLN,Kota Bandung, Profinsi Jawa Barat, Senin (8/12/2026). Foto: Runi/vel.


PARLEMENTARIA, Kota Bandung
 – Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, Herman Khaeron, menjelaskan bahwa PLN telah resmi ditetapkan sebagai objek telaahan dalam rapat internal BAKN. Penetapan ini dilakukan untuk memperkuat kajian terhadap aspek pengelolaan listrik nasional, baik dari sisi keuangan, pasokan energi, maupun kebijakan tarif.

“Setelah ditetapkannya PLN sebagai objek telaahan, tentu ini menjadi prioritas untuk mendalami berbagai aspek. Kami terus merumuskan dan mengidentifikasi hal-hal yang sebaiknya diperbaiki dalam tata kelola kelistrikan nasional, terutama karena ini merupakan program prioritas Presiden menuju swasembada energi,” ujar Herman, usai melakukan pertemuan dengan PT PLN dalam rangka Penelaahan Hasil Pemeriksaan BPK RI terhadap PLN di Kantor PLN,di Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Senin (8/12/2026).

Herman menegaskan pentingnya memperbaiki tata kelola PLN agar perusahaan semakin sehat dan dapat memberikan kontribusi optimal bagi negara. Menurutnya, kondisi keuangan PLN yang belum ideal dapat menghambat ekspansi dan berpengaruh pada kemampuan penyediaan listrik. “Kalau korporasinya sehat, utangnya semakin kecil, keuntungannya semakin besar, kontribusinya ke fiskal juga meningkat,” tambahnya.

Ia juga menyoroti sejumlah temuan berulang dari BPK, salah satunya terkait kontrak PLN dengan Antam yang belum terselesaikan. “Kalau temuan berulang ini tidak diselesaikan, maka setiap pemeriksaan berikutnya akan selalu muncul. Ini harus segera dituntaskan,” kata Politisi Demokrat.

Dalam kunjungan ke beberapa daerah, termasuk Jawa Barat, BAKN kembali menemukan persoalan pasokan batu bara untuk PLTU Jawa Barat 7. Jika persoalan ini terus dibiarkan, kata Herman, akan berdampak pada keuangan perusahaan, kehandalan sistem listrik, serta keberlanjutan suplai energi.

Herman juga menyoroti struktur subsidi dan kompensasi listrik yang dinilai tidak seimbang. Dari sekitar 25 juta pelanggan listrik bersubsidi, mayoritas adalah pelanggan 450 VA dan 900 VA. Namun, beban negara justru lebih besar pada komponen kompensasi tarif dibanding subsidi langsung.

“Saat ini subsidi sekitar Rp70 triliun, sedangkan kompensasinya sudah menyentuh Rp100 triliun. Padahal kompensasi dulu disediakan untuk menjaga industri tetap bertahan saat kondisi sulit, seperti saat pandemi,” tegasnya.

Menurutnya, mempertahankan kompensasi yang terlalu besar justru akan mengurangi ruang fiskal untuk pembangunan sektor lain. Selain itu, margin keuntungan PLN yang hanya 7% disebutnya tidak sehat untuk mendukung ekspansi perusahaan. Ia juga mengingatkan risiko fluktuasi nilai tukar yang memperbesar beban utang PLN.

Politisi Partai Demokrat menegaskan bahwa kajian BAKN terhadap PLN sejalan dengan upaya memperbaiki berbagai persoalan strategis nasional, termasuk sebelumnya penyelesaian masalah subsidi pupuk. “Kalau PLN sehat, energinya handal, terjangkau, dan keberlanjutannya terjaga, itu akan menjadi harapan besar ke depan. Tapi persoalan-persoalan tadi harus diselesaikan dulu,” pungkas Herman.

Sementara itu, Direktur Retail dan Niaga PLN, Adi Priyanto, menyampaikan apresiasi kepada BAKN atas dukungan dan dorongan untuk perbaikan tata kelola perusahaan. “Terima kasih atas dorongan dari DPR lewat BAKN yang mendorong kami menyelesaikan berbagai masalah. Ini sangat bermanfaat bagi kami agar hal-hal penting bisa segera ditangani dan tidak menjadi kendala di kemudian hari,” ujar Adi.

Terkait tingginya beban kompensasi, Adi menjelaskan bahwa kebijakan subsidi dan kompensasi merupakan keputusan pemerintah, dan PLN akan selalu mengikuti arahan yang ditetapkan. “Subsidi dan kompensasi adalah kebijakan pemerintah. Kami sebagai BUMN akan melaksanakan keputusan pemerintah terkait tarif listrik. Masukan dari DPR akan menjadi pertimbangan pemerintah ke depan,” jelasnya. •rni/aha