E-Media DPR RI

RUU Komoditas Strategis Harus Mampu Hilangkan Ego Sektor Antar-Kementerian

Wakil Ketua Baleg DPR RI Martin Manurung saat mengikuti RDPU Baleg bersama sejumlah asosiasi pelaku usaha di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (4/12/2025). Foto: Munchen/vel.
Wakil Ketua Baleg DPR RI Martin Manurung saat mengikuti RDPU Baleg bersama sejumlah asosiasi pelaku usaha di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (4/12/2025). Foto: Munchen/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta 
— Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Martin Manurung menyoroti aturan sektoral antar-kementerian yang kerap menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha. Maka dari itu, ia menegaskan bahwa penyusunan RUU tentang Komoditas Strategis harus mampu menghilangkan ego sektoral antar-kementerian dan lembaga, sekaligus menghadirkan kepastian hukum dalam tata kelola dan tata niaga komoditas nasional.

Hal itu disampaikan Martin dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg bersama sejumlah asosiasi pelaku usaha, yakni menghadirkan Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), Asosiasi Atsiri, serta Perkumpulan Pengusaha Sarang Burung Indonesia dengan agenda penyusunan RUU Komoditas Strategis. RDPU diselenggarakan di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (4/12/2025).

“Sering terjadi aturan-aturan yang ego sektoral antar-kementerian sehingga membuat ketidakpastian hukum. Karena itu,kita menggulirkan RUU Komoditas Strategis ini,” ujar Martin dalam RDPU.

Martin menjelaskan bahwa saat Baleg menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas), sejumlah komoditas strategis memang belum memiliki regulasi yang terintegrasi. Selain itu, politisi dapil Sumatera Utara, juga menyampaikan aspirasi yang ia terima dari konstituennya terkait perlunya regulasi untuk komoditas endemik seperti kemenyan dan andaliman. Kondisi itu mendorong Baleg untuk mengusulkan RUU Komoditas Khas yang masuk Prolegnas Prioritas 2026.

“Beberapa komoditas seperti atsiri yang dipaparkan tadi adalah komoditas endemik. Ini nanti perlu kita bahas juga dalam konteks komoditas khas,” jelas Politisi Fraksi Partai NasDem ini.

Martin menggarisbawahi bahwa cakupan komoditas strategis sangat luas, meliputi perkebunan, pertanian, perikanan hingga peternakan. Oleh karena itu, ia mendorong agar pembahasan di Panja mempertimbangkan aspek devisa, keterkaitan dengan hajat hidup orang banyak, kemampuan menyerap tenaga kerja, serta status komoditas sebagai produk endemik.

“Posisi politik kita harus jelas. Misalnya pada sektor pertembakauan, kita tahu jutaan petani tembakau memerlukan perhatian,” tegas Martin.

Ia menambahkan bahwa Baleg berencana melakukan evaluasi Prolegnas 2026 untuk mengelompokkan komoditas berdasarkan karakteristiknya agar pengaturannya lebih mudah, seperti pemisahan antara komoditas perkebunan, pertanian, peternakan, dan komoditas khas.

Selain itu, Martin turut menyinggung pentingnya integrasi data nasional. Menurutnya, perbedaan data antar-kementerian sering menghambat pengambilan keputusan, seperti perbedaan data surplus dan impor antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan.

“Karena itu di Baleg kita juga mendorong ada single data authority yang akan ditugaskan kepada BPS melalui RUU Statistik. Jadi jangan lagi ada data berbeda-beda,” pungkasnya.

Martin menutup pernyataannya dengan meminta seluruh narasumber mengirimkan masukan tertulis agar dapat diklasifikasikan oleh tenaga ahli Baleg sebagai dasar penyusunan naskah RUU. •hal/rdn