E-Media DPR RI

Darmadi Durianto Desak Percepatan Regulasi untuk Selamatkan UMKM, Industri, dan Koperasi

Anggota Baleg DPR RI Darmadi Durianto dalam Raker terkait Evaluasi Prolegnas RUU Prioritas Perubahan Kedua Tahun 2025 & Penyusunan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2026 bersama Kementerian Hukum di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (27/11/2025). Foto : Mu/Andri
Anggota Baleg DPR RI Darmadi Durianto dalam Raker terkait Evaluasi Prolegnas RUU Prioritas Perubahan Kedua Tahun 2025 & Penyusunan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2026 bersama Kementerian Hukum di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (27/11/2025). Foto : Mu/Andri


PARLEMENTARIA, Jakarta
 —  Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Darmadi Durianto  menegaskan, sejumlah RUU krusial tidak boleh lagi tertunda karena kondisi lapangan telah “babak belur”.  Apalagi menurutnya, RUU krusial tersebut sudah mendesak guna menjawab tekanan berat yang dialami berbagai pihak, mulai dari pelaku UMKM, IKM, pasar tradisional, hingga sektor industri.

Darmadi membuka pandangannya dengan menyoroti urgensi  RUU Pelindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional. Ia menilai, RUU tersebut harus segera dibahas sebagai bentuk keberpihakan negara terhadap UMKM dan pedagang kecil. Ia menekankan bahwa sektor ini berada pada titik kritis, khususnya di industri tekstil.

“Kemarin kami menerima tujuh asosiasi. Ada wilayah yang 70 persen pelakunya sudah bangkrut. Jumlah UMKM memang banyak disebut, tapi yang betul-betul hidup tidak banyak,” ujarnya dalam Rapat Kerja Baleg terkait Evaluasi Prolegnas RUU Prioritas Perubahan Kedua Tahun 2025 & Penyusunan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2026  bersama Kementerian Hukum dan PPUU DPR RI RI di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (27/11/2025).

Ia memperingatkan bahwa kekuatan kapital besar dan platform e-commerce dengan teknologi algoritma, AI, dan “dark pattern” semakin menekan pelaku usaha kecil yang tak mampu bersaing secara adil. Maka dari itu, ia meminta pimpinan Baleg segera memulai pembahasan RUU yang sudah masuk prioritas sejak 2025. “Kalau tidak dimulai sekarang, kapan lagi? Mereka ini kasihan,” tegasnya.

Darmadi kemudian menyoroti RUU Perindustrian, yang menurutnya tidak boleh dibatalkan karena banyak persoalan mendasar dalam UU No. 3/2014 yang harus diperbaiki. Permasalahan teknis seperti pertek (persetujuan teknis), kata dia, telah menyebabkan kebangkrutan di industri baja konstruksi dan mengancam pelaku usaha lain termasuk UMKM.

“Kalau pelaku usaha terus bangkrut, bagaimana kita mau bicara ketahanan ekonomi atau berdikari dalam bidang ekonomi? Ini amanat Trisakti,” ujarnya seraya menyinggung arahan dan konsep pembangunan presiden yang harus dijawab melalui regulasi yang tepat. Ia mengusulkan agar bila Baleg tidak bisa melanjutkan pembahasan, RUU tersebut dapat dialihkan ke komisi terkait, selama beban kerja memungkinkan.

Masalah berikutnya disampaikan terkait  RUU Perubahan Keempat UU No. 25/1992 tentang Perkoperasian , yang menurutnya terlalu lama tertahan menunggu persetujuan Paripurna. Dengan nada kritis, Darmadi mempertanyakan hambatan yang membuat RUU tersebut tidak kunjung naik ke tahap berikutnya.

“Ini ada apa? Kok tidak naik-naik? Kalau memang karena pergantian menteri, ya jangan sampai RUU tergantung hanya karena itu,” katanya. Ia juga meminta agar regulasi koperasi ditinjau kembali dari perspektif persaingan usaha, khususnya terkait potensi monopoli atau pemberian privilege tertentu dalam skema KDMP.

Mengakhiri pandangannya, Darmadi meminta Baleg mempercepat langkah konkret dalam penyusunan dan pembahasan RUU prioritas yang telah jelas arahnya. “Baleg ini sudah berjalan cepat. Tinggal percepatan dan kejelasan. Supaya kita tidak terus tertinggal dari kondisi yang terjadi di lapangan,” tandasnya. •hal/aha