E-Media DPR RI

Koordinasi Bapeten di Bawah Kemen-LH Mendesak untuk Cegah Insiden Radiasi!

Anggota Komisi XII DPR RI Aqib Ardiansyah saat Rapat Kerja Komisi XII bersama Menteri Lingkungan Hidup di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (03/12/2025). Foto: Mentari/rni.
Anggota Komisi XII DPR RI Aqib Ardiansyah saat Rapat Kerja Komisi XII bersama Menteri Lingkungan Hidup di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (03/12/2025). Foto: Mentari/rni.


PARLEMENTARIA, Jakarta 
— Anggota Komisi XII DPR RI Aqib Ardiansyah mendorong dilakukannya reformasi kelembagaan terhadap Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dengan menempatkannya di bawah koordinasi langsung Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Ia menilai langkah tersebut strategis untuk memperkuat pengawasan bahan radioaktif dan limbah B3, sekaligus memperpendek rantai koordinasi dalam penanganan ancaman radiasi. 

Dorongan itu disampaikan Aqib merespons temuan radiasi cesium-137 di Cikande, Banten, yang menurutnya membuka mata publik bahwa sistem pengawasan limbah radioaktif Indonesia masih menyimpan kelemahan mendasar. 

“Insiden di Cikande tidak hanya soal teknis pengelolaan limbah radioaktif, tetapi persoalan tata kelola keselamatan publik, pencemaran lingkungan, dan risiko kesehatan jangka panjang. Fakta bahwa bahan radioaktif dapat berada di kawasan industri tanpa pengawasan memadai menunjukkan perlunya Bapeten ditempatkan dalam ekosistem kelembagaan yang lebih tepat dan kuat,” ujar Aqib dalam Rapat Kerja Komisi XII bersama Menteri Lingkungan Hidup di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (03/12/2025).

Menurut Aqib, KLH selama ini memegang mandat utama dalam pengendalian pencemaran, pengawasan limbah B3, pemulihan lingkungan, hingga penegakan hukum lingkungan. Sementara itu, Bapeten berperan untuk mengawasi penggunaan sumber radiasi dan tenaga nuklir yang memiliki implikasi langsung terhadap kualitas lingkungan dan keselamatan publik. 

“Jika Bapeten ditempatkan di bawah Kementerian Lingkungan Hidup, rantai koordinasi akan lebih pendek, integrasi pengawasan lebih kuat, dan harmonisasi kebijakan lebih efektif,” jelas Politisi Fraksi PAN ini.

Aqib menambahkan bahwa kejadian serupa tidak hanya terjadi di Cikande. Insiden radiasi juga pernah muncul di industri daur ulang logam, kawasan industri, hingga fasilitas medis sehingga diperlukan evaluasi nasional yang menyeluruh.

Menurut Aqib, reformasi kelembagaan ini akan memungkinkan lahirnya kebijakan satu pintu untuk pengelolaan limbah B3 dan limbah radioaktif sehingga respons pemulihan serta penegakan hukum dapat berjalan lebih cepat dan terkoordinasi. 

“Tujuannya bukan sekedar menempatkan Bapeten di bawah Kementerian tertentu, tetapi ingin memastikan bahwa pengawasan radiasi dan keselamatan lingkungan itu berada dalam satu payung kebijakan yang terpadu, akuntabel, dan mampu memberikan perlindungan maksimal bagi masyarakat. Ini yang terpenting,” ujarnya.

Aqib menyampaikan bahwa Komisi XII, termasuk dirinya secara pribadi, berkomitmen mendukung gagasan reformasi ini. Ia meminta pemerintah menindaklanjutinya melalui kajian komprehensif, termasuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan teknologi pengawasan radiasi.

“Indonesia membutuhkan sistem pengawasan yang bukan hanya reaktif, tapi preventif dan berorientasi jangka panjang,” ujarnya.

Sebagai langkah awal, Aqib mengusulkan agar dilakukan rapat koordinasi khusus antara Menteri Lingkungan Hidup dan Bapeten untuk menghasilkan kesimpulan mengikat yang dapat menjadi dasar keputusan pemerintah. “Ini tidak semata-mata apa, tapi ini untuk keselamatan masyarakat, untuk keselamatan publik, dan tata kelola kelembagaan yang lebih efisien dan efektif ,” tegas Aqib mengakhiri pemaparan. •ecd/rdn