Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto saat Agenda Mendengarkan Keterangan DPR terkait Pengujian Materiil UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI di Gedung MK RI, Jakarta, Rabu, (3/12/2025). Foto : Sari/Andri.
PARLEMENTARIA, Jakarta — Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, menegaskan bahwa DPR RI siap memberikan keterangan tambahan yang diminta Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang lanjutan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Gugatan yang teregistrasi dengan Nomor 197/PUU-XXII/2025 tersebut terutama mempertanyakan ketentuan mengenai Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Utut menyampaikan bahwa sejumlah hal teknis dalam pasal-pasal yang digugat memang cukup kompleks.
“Detail teknisnya banyak. Kalau saya ceritakan nanti malah bias. Ada beberapa poin yang masih dipertanyakan oleh para penggugat,” ujarnya kepada Parlementaria usai Agenda Mendengarkan Keterangan DPR terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia di Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, Rabu, (3/12/2025)
Ia menegaskan bahwa seluruh proses penyusunan UU telah melalui mekanisme yang sah dan melibatkan pemerintah secara penuh. “Ketika kami membuat undang-undang itu bersama pemerintah, Pak Wamenhan ikut rapat terus seingat saya. Mulai dari Panja sampai Rapat Tingkat I, hingga akhirnya disahkan pada 20 Maret dan ditandatangani Presiden pada 26 Maret 2020,” jelas Utut.
Dalam persidangan, para Hakim MK mengajukan sejumlah catatan yang perlu dijawab secara tertulis oleh DPR dan pemerintah. Beberapa poin yang diminta untuk diperjelas meliputi, Pasal 7 tentang Operasi Militer Selain Perang (OMSP), Pasal 47 terkait penugasan atau penempatan prajurit TNI di kementerian/lembaga, Ketentuan usia pensiun prajurit, termasuk batas 53 tahun, Sejumlah catatan teknis lain yang berkaitan dengan implementasi pasal-pasal tersebut
“Ini harus kita berikan tambahan tertulis,” kata Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
DPR dan pemerintah dijadwalkan menyerahkan keterangan ini untuk digunakan Majelis Hakim sebagai bahan pertimbangan lanjutan.
Menanggapi proses persidangan di MK, Utut menekankan bahwa pengujian undang-undang merupakan bagian dari dinamika negara demokratis. “Yang jelas ketika kita memutuskan menjadi negara demokratis, inilah perjalanannya. Panjang dan seringkali memakan energi. Tetapi ini harus kita lewati karena kita sudah memilih sistem ini,” ujarnya.
Menurutnya, gugatan terhadap undang-undang adalah hal wajar dan akan selalu muncul sebagai bentuk kontrol publik terhadap proses legislasi.
Dari pihak pemerintah, Wakil Menteri Pertahanan menyampaikan bahwa hakim MK juga meminta klarifikasi tambahan mengenai beberapa pasal yang menjadi sorotan para pemohon. Hal ini diperlukan agar Majelis Hakim memiliki rujukan yang lebih lengkap sebelum mengambil putusan.
“Yang diminta keterangan tambahan seperti halnya Pasal 7 terkait OMSP, Pasal 47 terkait penempatan TNI di kementerian atau lembaga, dan ketentuan usia pensiun. Nanti akan kita tambahkan secara detail,” ujar Wamenhan.
Baik DPR maupun pemerintah menegaskan komitmen untuk memberikan penjelasan yang lengkap dan objektif agar MK dapat memutus perkara secara adil. Proses ini diharapkan memberikan kejelasan bagi publik terkait interpretasi dan pelaksanaan ketentuan yang diatur dalam UU TNI yang baru. •bit/rdn