Anggota Komisi IV DPR RI Darori Wonodipuro saat melakukan kunjungan kerja ke Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (2/12/2025). Foto : aas/Andri.
PARLEMENTARIA, Palembang – Panitia Kerja (Panja) penyusunan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Komisi IV DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (2/12/2025). Dalam kunjungan tersebut, Panja Kehutanan ini berdiskusi langsung dengan para pelaksana teknis di lapangan, mulai dari Unit Pelaksana Teknis (UPT), Kepala Dinas Kehutanan, hingga pemangku kepentingan daerah lainnya untuk menggali masukan terkait revisi regulasi kehutanan nasional.
Anggota Komisi IV DPR RI Darori Wonodipuro mengatakan bahwa pertemuan berjalan hidup dan produktif. Berbagai masukan dinilai sangat tajam, terutama terkait kebutuhan menjadikan aspek sosial sebagai dasar utama dalam penyusunan revisi UU nomor 41 tahun 1999.
“Dialognya sangat hidup. Masukan-masukannya tajam dan bagus. Banyak yang meminta agar undang-undang ini lebih mendasarkan pada sosial, bukan hanya teknis seperti selama ini,” ungkap Darori kepada Parlementaria usai mengikuti rapat Kunjungan Kerja Panja RUU Kehutanan Komisi IV DPR RI di Kantor BPKH II Palembang, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Selasa (02/12/2025).
Salah satu isu yang mengemuka adalah kecilnya anggaran untuk Dinas Kehutanan dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di daerah. Dengan luas kawasan hutan Sumatera Selatan yang mencapai lebih dari 4 juta hektare, anggaran yang tersedia dinilai jauh dari memadai. “Saya tanyakan, anggarannya berapa? Ternyata hanya sekitar Rp2 miliar lebih untuk mengelola hutan seluas itu. Sangat kecil,” tegas Darori.
Minimnya anggaran tersebut berdampak pada lemahnya pengawasan terhadap peredaran hasil hutan, penanganan illegal logging, hingga pencegahan perambahan. Menurut Darori, kondisi ini membutuhkan perhatian serius dalam penyusunan RUU baru.
Hanya 50 Polhut
Masalah lain yang menjadi perhatian adalah terbatasnya jumlah Polisi Hutan (Polhut). “Untuk wilayah Sumatera Selatan yang begitu luas, Polhut hanya ada sekitar 50 orang, dan sebagian besar sudah berusia lanjut,” kata Darori.
Legislator Dapil Jawa Tengah VII ini mengusulkan agar Kementerian Kehutanan melakukan peremajaan Polhut. Dengan memprioritaskan lulusan SMA atau SKMA dan memberikan kesempatan bagi putra daerah yang tinggal di sekitar kawasan hutan. “Anak-anak yang lahir di sekitar hutan akan lebih memahami situasi sosial dan dapat berperan mempengaruhi masyarakat,” ujarnya.
Topik Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor kehutanan juga menjadi pembahasan penting. Selama ini, seluruh PNBP sektor kehutanan langsung masuk ke APBN tanpa adanya porsi khusus untuk daerah. “Banyak usulan agar sebagian PNBP langsung dibagikan dan ditingkatkan. Misalnya pinjam pakai jalan menjadi sewa pakai, tambang pinjam pakai dikenakan iuran untuk rehabilitasi hutan,” jelasnya.
Melalui Komisi IV DPR RI telah menyiapkan konsep pembagian PNBP yang lebih adil. Yakni, 50% untuk pemerintah pusat, 20% untuk pemerintah provinsi, dan 30% untuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). “Jangan sampai ada KPH seperti di Lampung, anggarannya satu tahun hanya Rp100 juta. Tidak mungkin cukup,” tegas Darori.
Darori juga menyinggung dihapusnya ketentuan minimal 30% penutupan kawasan DAS dalam UU Cipta Kerja yang sebelumnya diatur dalam UU nomor 41 tahun 1999. “Kita perlu mencari lagi berapa angka yang layak untuk penutupan hutan di setiap Daerah Aliran Sungai (DAS). Lokasi-lokasi yang berfungsi lindung, baik milik masyarakat maupun negara, harus tetap dilindungi. Jika kosong, harus segera direhabilitasi,” katanya.
Fungsi Lindung dan Produksi
Darori menegaskan bahwa fungsi konservasi kini sudah memiliki payung hukum tersendiri melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024. Namun, fungsi produksi dan lindung yang diserahkan kepada gubernur masih terkendala minimnya anggaran. “Pengawasannya tidak maksimal karena anggaran gubernur terbatas. Ini yang harus kita perbaiki dalam revisi undang-undang,” jelasnya.
Kendati Demikian, Politisi Partai Gerindra ini berharap agar seluruh masukan dari UPT dan para pemangku kepentingan di Palembang. Hal ini menjadi bahan penting bagi Panja dalam merumuskan revisi UU Kehutanan. “Masukan dari Palembang sangat banyak dan sangat baik. Semua akan kami pertimbangkan untuk masuk dalam RUU perubahan UU 41/1999. Kita ingin undang-undang ini bisa menyelamatkan hutan ke depan untuk anak-cucu kita,” pungkasnya. •aas/aha