E-Media DPR RI

Bahas RUU Hak Cipta, Legislator Desak Penguatan Sistem Perlindungan Hak Cipta Nasional

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga dalam Rapat Panja RDPU Baleg DPR dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Hak Cipta di Gedung Nusantata I, Jakarta, Selasa (2/12/2025). Foto : ArifmanAndri.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga dalam Rapat Panja RDPU Baleg DPR dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Hak Cipta di Gedung Nusantata I, Jakarta, Selasa (2/12/2025). Foto : ArifmanAndri.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga, mengapresiasi berbagai masukan yang disampaikan Garputala, AKHKI, dan PHRI dalam Rapat Panja RDPU Baleg DPR dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Hak Cipta. Ia menilai pandangan para pemangku kepentingan tersebut sangat relevan untuk memperkuat perlindungan karya cipta nasional.

Umbu mengatakan, masukan yang diterima semakin menegaskan perlunya penguatan instrumen hukum guna melindungi kekayaan intelektual seperti tenun ikat dan batik, yang selama ini rentan ditiru pihak lain hingga menimbulkan kerugian ekonomi bagi para pencipta.

“Khususnya dari AKI, kami mendapat gambaran baru tentang target-target hak cipta yang bisa diamankan, termasuk tenun ikat Sumba yang sudah banyak diciplak pihak lain hingga menghilangkan hak ekonomi penciptanya,” ujar Umbu di Gedung Nusantata I, Jakarta, Selasa (2/12/2025). 

Legislator dari Fraksi Partai Golkar ini menambahkan, pembahasan RUU Hak Cipta juga berkaitan erat dengan sektor lagu dan musik yang selama ini menghadapi persoalan serius pada mekanisme pengelolaan royalti. Salah satunya terkait lembaga manajemen kolektif nasional (LMKN) yang menghimpun dana royalti ratusan miliar rupiah setiap tahun.

Menurutnya, diperlukan mekanisme pengawasan negara yang lebih kuat agar dana royalti tidak lebih banyak digunakan untuk kebutuhan internal lembaga daripada disalurkan kepada para pencipta sebagai pihak yang berhak.

“Kami sempat membahas bagaimana cara BPK mengawasi LMKN, karena ada keluhan bahwa dana kolek royalti tidak sepenuhnya diprioritaskan bagi para pencipta,” tegas Umbu.

Ia juga menyoroti persoalan penarikan royalti terhadap pencipta lagu yang tidak memberikan kuasa kepada LMKN, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai pertanggungjawaban dan transparansi pengelolaannya. Umbu menilai hal ini harus menjadi perhatian dalam penyempurnaan RUU Hak Cipta.

Terakhir, Umbu menekankan pentingnya memperoleh data nyata terkait besaran royalti yang diterima pencipta serta sistem penarikannya di berbagai sektor, seperti hotel dan restoran. “Agar penyusunan regulasi benar-benar mampu melindungi kepentingan seluruh kreator,” pungkasnya. •ujm/aha