Anggota Komisi III DPR RI Soedeson Tandra saat mengikuti Rapat Panitia Kerja (Panja) Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan di Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (2/12/2025). Foto: Arief/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi III DPR RI Soedeson Tandra menyoroti ketimpangan struktur organisasi aparat penegak hukum, mulai dari pusat hingga daerah. Ketimpangan ini terjadi, khususnya pada institusi Kejaksaan dan Kepolisian. Menurutnya, reformasi kelembagaan yang sedang dibahas tidak boleh hanya menata kebijakan dan program, tetapi harus menyentuh persoalan paling mendasar, yaitu struktur organisasi yang timpang antara pusat dan daerah.
“Soal (ketimpangan) struktur ini penting. Di pusat makin membesar, tapi di bawah makin mengecil. Padahal ujung organisasi ini adalah melayani masyarakat,” tegas Soedeson saat menghadiri Rapat Panitia Kerja (Panja) Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan di Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (2/12/2025).
Ia mencontohkan kondisi di wilayah timur Indonesia, khususnya Papua Tengah, di mana satu kantor kejaksaan harus melayani hingga empat kabupaten. Bahkan, ia menyebut para jaksa sering kesulitan menjangkau wilayah-wilayah tertentu karena faktor keamanan. “Jaksa tidak berani naik (memeriksa) ke atas, ditembak pengacau keamanan. Bagaimana masyarakat bisa dilayani?” ujar Legislator Fraksi Partai Golkar itu.
Menurutnya, fakta di lapangan tersebut menunjukkan bahwa reformasi Polri dan Kejaksaan tidak bisa hanya berbasis konsep atau regulasi. Meskipun aturan, program, dan desain kelembagaan sudah disusun jelas, tetap saja ada ketidakpuasan masyarakat jika struktur pelayanan di daerah tertinggal tidak diperkuat.
“Reformasi pernah memisahkan Polri dari ABRI, memisahkan hakim dari pemerintah. Tapi setelah itu tetap saja ribut. Artinya, kalau sistem dan struktur yang dibangun seperti ini, tidak akan jalan,” ujarnya.
Soedeson menekankan bahwa DPR membutuhkan masukan para pakar untuk memastikan reformasi yang tengah dibahas Panja benar-benar menjawab problem riil di lapangan. Menurutnya, tanpa memetakan ulang struktur organisasi secara proporsional—dari pusat hingga level paling bawah—upaya pembenahan hanya akan berputar-putar tanpa hasil.
“Ini yang ingin kami gali dari para pakar. Apakah struktur yang ada sekarang sudah tepat? Karena kenyataannya, struktur pusat tumbuh, daerah justru kekurangan. Itu harus kita benahi kalau ingin bicara layanan publik di sektor penegakan hukum,” katanya.
Rapat Panja Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan Komisi III DPR RI ini menghadirkan narasumber, yaitu Prof. Dr. Suparji Ahmad, Dr. Barita Simanjuntak, dan Prof. Amzulian Rifai, untuk memberikan pandangan akademik mengenai perbaikan struktur, kultur, dan tata kelola lembaga penegak hukum menjelang implementasi UU KUHP dan KUHAP baru. •fa/rdn