E-Media DPR RI

Benahi Hilir Pupuk Subsidi: Dari Margin Distributor hingga Kinerja PPL

Anggota Panja, Daniel Johan, saat mengikuti kunjungan kerja Panja Pengawasan Distribusi Pupuk Bersubsidi Komisi IV DPR RI di Medan, Selasa (25/11/2025). Foto: Nadya/vel.
Anggota Panja, Daniel Johan, saat mengikuti kunjungan kerja Panja Pengawasan Distribusi Pupuk Bersubsidi Komisi IV DPR RI di Medan, Selasa (25/11/2025). Foto: Nadya/vel.


PARLEMENTARIA, Medan
 – Panja Pengawasan Distribusi Pupuk Bersubsidi Komisi IV DPR RI menegaskan perlunya pembenahan menyeluruh pada sektor hilir pupuk subsidi, mulai dari penyesuaian margin fee distributor hingga penguatan peran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Dua aspek ini dinilai menjadi penentu efektivitas dan ketepatan penyaluran pupuk kepada petani.

Dalam peninjauan di Medan, Selasa (25/11/2025), Panja menemukan bahwa harga pupuk di lapangan masih berada jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Anggota Panja, Daniel Johan, mencontohkan adanya selisih harga yang signifikan. “Petani masih menebus pupuk Rp150.000, padahal HET-nya hanya Rp90.000,” katanya kepada Parlementaria. Ia menilai kondisi ini terjadi karena biaya distribusi yang tidak tercermin dalam margin fee yang berlaku selama ini.

Anggota Panja lainnya, Agus Ambo Djiiwa, menegaskan bahwa distributor yang melayani wilayah jauh membutuhkan biaya operasional yang besar. Ia menyebut margin lama tidak lagi relevan di tengah kenaikan BBM dan kebutuhan pokok. “Kalau operasional tidak memadai, bagaimana PPL bisa bekerja maksimal,” tegasnya terkait tantangan serupa yang juga dialami para penyuluh pertanian.

Ketua Panja, Panggah Susanto, menilai bahwa peninjauan margin menjadi bagian penting dari penyempurnaan tata kelola pupuk. Ia menekankan bahwa HET harus mampu menutup seluruh rantai biaya distribusi agar tidak memicu permainan harga. Di sisi lain, ia juga menyoroti peran vital PPL dalam memastikan ketepatan data RDKK, pendampingan petani, serta pengawasan distribusi di lapangan.

Menurut Panggah, efektivitas kebijakan pupuk sangat bergantung pada kemampuan PPL mengawasi wilayah binaannya. Minimnya tunjangan operasional sekitar Rp470.000 per bulan dinilai membuat PPL kesulitan menjangkau desa-desa yang luas. Panja meminta pemerintah untuk meningkatkan dukungan kesejahteraan, kapasitas, dan alat ukur tanah bagi PPL agar pemupukan dapat dilakukan sesuai kebutuhan.

PT Pupuk Indonesia turut menekankan pentingnya kepastian skema pembiayaan agar operasional distribusi tidak terganggu dan harga tetap terkendali. Rekomendasi mengenai penyesuaian margin fee dan penguatan PPL akan dimasukkan dalam laporan Panja kepada pemerintah sebagai langkah strategis membenahi masalah hilir pupuk subsidi. •ndy/aha