E-Media DPR RI

Adang Daradjatun: Perundungan Tidak Bisa Dilihat Hanya dari Satu Sisi

Anggota Komisi III DPR RI Adang Daradjatun. Foto: Dep/vel.
Anggota Komisi III DPR RI Adang Daradjatun. Foto: Dep/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 — Anggota Komisi III DPR RI Adang Daradjatun menilai maraknya kasus perundungan akhir-akhir ini tidak bisa dilihat hanya dari satu sisi. Selain pendekatan hukum, ia menegaskan bahwa penanganan perundungan juga harus disertai pendekatan sosial dengan memperkuat peran keluarga dan lingkungan. Terlebih, sejumlah kasus belakangan ini telah meningkat hingga menimbulkan tindakan kriminal dan luka serius pada korban.

“Perundungan ini sungguh suatu hal yang sangat memprihatinkan ya, lebih-lebih belakangan ini sudah terjadi beberapa perundungan sampai pada tingkat kriminalitas sehingga ada yang sampai terluka dan lain sebagainya,” ujar Adang kepada Parlementaria di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (25/11/2025).

Menurut Adang, Komisi III yang membidangi urusan hukum menilai bahwa perangkat regulasi terkait perlindungan anak dan penanganan perundungan pada dasarnya telah tersedia dan memadai. Namun, penegakan hukum terhadap anak tidak bisa disamakan dengan orang dewasa sehingga pendekatan sosial tetap menjadi pondasi utama.

“Perundungan itu dilakukan oleh anak-anak. Undang-undangnya juga undang-undang anak-anak, jadi tidak bisa kita melakukan proses penegakan hukum yang sama dengan orang-orang dewasa,” jelasnya. 

Adang menambahkan bahwa akar masalah perundungan seringkali berkaitan dengan kondisi keluarga pelaku, seperti ketidakharmonisan atau ketidakstabilan yang kemudian berdampak pada perilaku anak. Menurutnya, keluarga yang tentram dan sejahtera akan memberikan perasaan tenang kepada anak-anak. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya peran keluarga sebagai pusat pendidikan dan pembentukan karakter, disusul oleh sekolah serta lingkungan RT/RW.

Terkait pertanyaan apakah regulasi perlu direvisi, Adang menilai aturan yang ada sudah cukup. Namun, ia mengakui bahwa perkembangan teknologi, termasuk penggunaan kecerdasan buatan (AI), menuntut perhatian lebih dalam implementasi maupun pengawasannya. “Regulasinya saya pikir sudah memadai. Kalau toh ada perubahan, sekarang kan AI dan sebagainya berkembang. Itu yang perlu kita pikirkan bagaimana mengaturnya,” imbuhnya.

Lebih jauh, Politisi Fraksi PKS tersebut juga menegaskan bahwa DPR memiliki fungsi pengawasan terhadap lembaga-lembaga terkait penanganan kasus perundungan. Pengawasan ini tidak hanya bersifat formal dalam rapat, tetapi juga dilakukan melalui kegiatan reses yang memungkinkan anggota DPR terjun langsung bertemu masyarakat.

“Anggota DPR dalam waktu-waktu tertentu reses, kan. Nah, kalau saya terus terang saja, pada reses tersebut saya manfaatkan (untuk) ketemu RT, RW, dan masyarakat. (Saya) menjelaskan tentang tugas-tugas komisi III, termasuk hal-hal tentang perkelahian pelajar (serta) kejadian-kejadian di RT/RW yang perlu dihadapi,” tegas Adang.

Menurutnya, ruang interaksi langsung dengan masyarakat penting bagi DPR untuk memberi pemahaman, sekaligus menyerap aspirasi terkait persoalan keamanan sosial yang berkembang, termasuk isu perundungan di sekolah maupun lingkungan. Menutup pernyataannya, Adang mengajak seluruh pihak, baik keluarga, sekolah, masyarakat, maupun pemerintah untuk bersama-sama mencegah perundungan karena hal ini merupakan tanggung jawab bersama. •ecd/aha