Foto bersama pengurus Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP RI) periode 2025–2030, Senin (24/11/2025). Foto: Munchen/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta — Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP RI) resmi melantik jajaran pengurus periode 2025–2030, sekaligus menggelar diskusi mengenai implementasi keterwakilan perempuan dalam Alat Kelengkapan Dewan (AKD) di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025). Acara ini menegaskan kembali pentingnya pemenuhan kepemimpinan perempuan di berbagai komisi dan badan di DPR RI, sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai keterwakilan perempuan minimal 30 persen.
Pelantikan tersebut dihadiri oleh anggota DPR RI lintas fraksi, termasuk Pengurus KPP RI Karmila Sari, serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauziah.
Dalam keterangannya, Anggota DPR RI sekaligus Pengurus KPP RI Karmila Sari menyoroti pentingnya kehadiran perempuan dalam jabatan strategis. Ia menegaskan bahwa selama ini kepemimpinan perempuan terbukti membawa banyak perkembangan positif.
“Kita harapkan ini menjadi pertimbangan masing-masing fraksi untuk memberikan kesempatan lebih luas,” ujarnya. Ia menyebutkan masih adanya sejumlah komisi yang belum memiliki pimpinan perempuan, termasuk Komisi 8 yang bermitra dengan Kementerian PPPA.
Karmila menilai ketidakproporsionalan tersebut harus menjadi perhatian serius. KPP RI, lanjutnya, siap mengirim surat atau melakukan audiensi dengan pimpinan AKD untuk mengingatkan pentingnya membuka ruang lebih besar bagi perempuan. “Isu perempuan itu hampir ada di setiap komisi. Kalau bukan perempuan yang memimpin, fokusnya akan berbeda,” tegasnya.
Ia juga menyinggung keberhasilan perempuan dalam posisi tertinggi parlemen selama dua periode terakhir. “Bu Puan Maharani memimpin dengan sangat baik, dan ini memberi bukti bahwa perempuan diberikan atensi dan mampu menjalankan tugas secara optimal,” ungkapnya.
Ke depan, Karmila menyebut program prioritas KPP RI adalah mendorong penempatan perempuan pada posisi-posisi pimpinan, baik di komisi maupun badan legislasi, guna memastikan adanya pengawalan ketat terhadap kebijakan yang berdampak pada perempuan dan anak. “Perkembangan perempuan sekarang sangat baik, kemampuan dan tanggung jawab mereka juga sudah terbukti,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri PPPA Arifatul Choiri Fauziah menegaskan bahwa pengukuhan pengurus lengkap KPP RI merupakan momentum penting dalam memperkuat eksistensi organisasi ini sebagai mitra strategis pemerintah dalam memperjuangkan kebijakan responsif gender.
“KPP RI adalah cerminan kemajuan demokrasi kita, di mana perempuan tidak hanya menjadi objek, tetapi juga subjek utama pembangunan,” tegasnya.
Arifatul menyoroti fenomena domestikasi peran politik legislator perempuan dalam beberapa bulan terakhir, terlihat dari absennya pimpinan perempuan pada lima komisi DPR: Komisi 1, 2, 5, 8, dan 10. Ketimpangan tersebut, menurutnya, dapat menghambat hadirnya perspektif perempuan dalam kebijakan publik.
“Tidak meratanya distribusi perempuan dalam jabatan strategis menyebabkan kekhawatiran bahwa pengalaman perempuan tidak hadir dalam keputusan penting,” ujarnya.
Ia mengapresiasi putusan MK No. 169/PUU-XXII/2024 yang mewajibkan keterwakilan perempuan minimal 30 persen pada pimpinan seluruh AKD, baik komisi maupun badan. Namun, ia menegaskan bahwa persoalan ini tidak berhenti pada angka. “Kita harus menghilangkan stigma bahwa perempuan tidak mampu memimpin. Implementasi putusan MK harus dibarengi penguatan kapasitas legislator perempuan,” imbuhnya.
Arifatul menekankan bahwa perjuangan keterwakilan perempuan memerlukan sinergi kuat antara pemerintah, partai politik, KPP RI, KPPI, organisasi masyarakat sipil, hingga perguruan tinggi. Kolaborasi ini dinilai penting seiring rencana masuknya revisi Undang-Undang Pemilu ke dalam Prolegnas 2026, yang berpotensi memengaruhi lanskap politik perempuan ke depan.
“Mari jadikan pelantikan KPP RI periode 2025–2030 sebagai momentum kebangkitan kepemimpinan perempuan di legislatif,” serunya.
Ia menutup sambutannya dengan harapan agar kepemimpinan perempuan semakin berperan dalam mewujudkan Indonesia Emas, “Dimana setiap anak terlindungi dan setiap perempuan berdaya.” •ssb/aha