Anggota Komisi XII DPR RI Sigit Karyawan Yunianto saat RDP dengan Dirjen Migas Kementerian ESDM, Kepala BPH Migas, serta Bupati Tapanuli Tengah, Bupati Manokwari, dan Bupati Ogan Komering Ilir di DPR RI, Jakarta, Senin (24/11/2025). Foto : Jaka/Andri.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Aspek penyaluran pendistribusian harus menjadi catatan utama Pemerintah dalam menjamin ketersediaan BBM bersubsidi di seluruh wilayah. Anggota Komisi XII DPR RI Sigit Karyawan Yunianto mengungkapkan persoalan distribusi BBM bersubsidi hingga saat ini masih menghadapi banyak kendala di lapangan. Salah satu temuan yang disorotinya ialah penyaluran BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) bagi nelayan yang kerap tidak sesuai kebutuhan meskipun sudah memakai sistem barcode.
“Di SPBN, BBM bersubsidi sering langsung habis dan kita tidak mengetahui ke mana penyalurannya. Ini memerlukan komitmen dan pengawasan yang kuat agar BBM bersubsidi benar-benar sampai kepada masyarakat yang membutuhkan,” ujar Sigit saat Rapat Dengar Pendapat Komisi XII DPR RI menggelar dengan Dirjen Migas Kementerian ESDM, Kepala BPH Migas, serta Bupati Tapanuli Tengah, Bupati Manokwari, dan Bupati Ogan Komering Ilir yang digelar di Ruang Rapat Komisi XII, Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025).
Lebih lanjut, Sigit meminta BPH Migas dan Pertamina meningkatkan komitmen dalam penataan distribusi, termasuk memberikan rekomendasi bagi daerah-daerah yang membutuhkan penambahan titik pendistribusian. Ia menegaskan kembali SPBN di banyak wilayah masih menghadapi kendala yang menghambat penyaluran BBM kepada nelayan.
Selain itu, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan tersebut menyoroti kelangkaan BBM jenis Pertamax di sejumlah daerah, termasuk wilayah Kalimantan. Isu dugaan campuran air dalam BBM menyebabkan konsumen beralih ke Pertamax, sementara suplai Pertamax sendiri terbatas.
Legislator Dapil Kalimantan Tengah ini juga meminta Ditjen Migas melakukan pengecekan menyeluruh terhadap kesiapan transportir dan sistem suplai. Menurutnya, banyak depo kecil di daerah yang kosong sehingga pasokan harus dikirim dari depo besar dengan waktu tempuh panjang.
“Di beberapa wilayah, perjalanan dari depo besar ke SPBU dapat mencapai lima hingga delapan jam. Akibatnya banyak SPBU kosong dan ini harus menjadi perhatian serius,” tegasnya.
Adapun khusus menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru, Sigit meminta seluruh pemangku kepentingan memperkuat koordinasi agar kelangkaan BBM tidak terjadi dan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.
“Supaya tidak terjadi kekosongan, penyaluran dan pendistribusian harus menjadi catatan utama,” pungkas Sigit dalam rapat membahas dugaan penyaluran BBM bersubsidi yang tidak tepat sasaran serta kebutuhan perbaikan kuota solar di sejumlah daerah ini. •pun/aha