Wakil Ketua Komisi VII Evita Nursanty dalam RDP dengan Plt. Kepala BSN RI Y Kristianto Widiwardono di Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025). Foto : Mahendra/Andri.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Komisi VII DPR RI mendorong Badan Standardisasi Nasional (BSN) memperkuat tata kelola akreditasi dan pengawasan standar nasional, terutama dalam menghadapi banjir produk impor dan tantangan peningkatan daya saing industri nasional. Hal itu mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR RI dan Plt. Kepala BSN RI Y Kristianto Widiwardono, yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VII Evita Nursanty di Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025).
Dalam rapat tersebut, Plt. Kepala BSN memaparkan bahwa Komite Akreditasi Nasional (KAN) sebagai lembaga akreditasi nonstruktural saat ini mengoperasikan 43 skema akreditasi dengan pengakuan internasional. KAN melaksanakan asesmen dan pengawasan terhadap Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) setiap lima tahun dengan total 2.687 LPK terakreditasi hingga 21 November 2025. Sepanjang Januari–November 2025, tercatat 1.080 kegiatan surveilans, 28 pembekuan, dan 46 pencabutan akreditasi karena berbagai pelanggaran.
Evita Nursanty menjelaskan bahwa Komisi VII menerima laporan tersebut, namun menilai perlunya langkah strategis untuk memperkuat peran BSN, terutama pada aspek pengawasan dan perlindungan pasar domestik.
“BSN harus segera menyampaikan laporan rinci mengenai tantangan-tantangan terkini serta kebutuhan instrumen hukum untuk memperkuat kewenangan dalam pengawasan importasi dan kepabeanan,” tegas Evita.
Penguatan Pengawasan LPK
Komisi VII menekankan pentingnya BSN memperketat pemantauan terhadap LPK menyusul adanya kasus pencabutan akreditasi yang berpotensi menimbulkan kekosongan layanan. Komisi VII meminta BSN melakukan pemetaan Risk Based Monitoring pada sektor-sektor kritis untuk menekan risiko tersebut.
Selain itu, Komisi VII menggarisbawahi perlunya: Pengawasan lebih ketat terhadap seluruh LPK agar proses akreditasi berjalan sesuai ketentuan. Sanksi tegas bagi LPK yang beroperasi tanpa legalitas. Penyelarasan SNI wajib dengan skema akreditasi BSN, guna mencegah duplikasi audit, biaya sertifikasi ganda, dan memotong birokrasi industri.
Penguatan pengawasan SNI wajib sebagai benteng untuk membendung produk impor ilegal dan barang berkualitas rendah. Sosialisasi akreditasi dan sertifikasi kepada pelaku usaha di seluruh Indonesia.
“Standar nasional adalah garda terdepan untuk melindungi konsumen dan industri kita. Jika pengawasan longgar, pasar akan dibanjiri produk tidak sesuai standar yang merugikan masyarakat dan pelaku usaha,” papar Evita dalam rapat tersebut.
Desakan Pengangkatan
Komisi VII juga menyoroti pentingnya kepemimpinan definitif di BSN agar kebijakan dan pengawasan dapat berjalan lebih konsisten. Karena itu, Komisi VII meminta Pemerintah segera menetapkan Kepala BSN secara definitif.
Selain itu, Komisi VII memberi batas waktu 5 hari kerja bagi BSN untuk menyampaikan jawaban tertulis atas seluruh pertanyaan yang diajukan para anggota Komisi VII DPR dalam rapat tersebut.
Rapat ditutup dengan penegasan bahwa Komisi VII akan terus mengawal penguatan standardisasi nasional sebagai instrumen penting dalam meningkatkan daya saing industri dan perlindungan konsumen di era globalisasi. •ssb/aha