E-Media DPR RI

Komisi XIII Desak Imigrasi Tingkatkan Transparansi Proses SDUWHV

Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Dewi Asmara dalam RDP dan RDPU Dirjen Imigrasi, Ombudsman RI serta Perwakilan Pendemo SDUWHV di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025). Foto : Runi/Andri.
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Dewi Asmara dalam RDP dan RDPU Dirjen Imigrasi, Ombudsman RI serta Perwakilan Pendemo SDUWHV di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025). Foto : Runi/Andri.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 – Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Dewi Asmara menegaskan persoalan terkait Surat Dukungan Utama Working and Holiday Visa (SDUWHV) bukan sekadar urusan teknis biasa, tetapi menyangkut rasa keadilan generasi muda yang tengah memperjuangkan haknya. Ia menyoroti bahwa banyak peserta aksi mengeluhkan kurangnya transparansi, terutama karena seluruh proses komunikasi dilakukan secara digital dan satu arah. 

Hal ini membuat mereka tidak memiliki ruang untuk bertanya atau mengonfirmasi kendala teknis yang muncul saat pendaftaran. Ia mencontohkan insiden gangguan sistem, termasuk perubahan mendadak jadwal dan kebijakan, seperti pembukaan sistem yang bertepatan dengan waktu salat Jumat. Menurutnya, kondisi tersebut berdampak langsung pada peserta, terutama mereka yang harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengakses layanan internet. 

“Jadi memang kalau sudah sampai di DPR, ketika sudah sampai di Komisi XIII, maka ini bukan bisnis as usual lagi. Tapi betul-betul terjadi permasalahan yang dianggap oleh adik-adik yang mewakili sebagian generasi muda anak bangsa ini merasa perlu mendapatkan penjelasan apa yang menjadi persoalan mereka, paling tidak kekhawatirannya,” tegas Dewi dalam RDP dan RDPU Dirjen Imigrasi, Ombudsman RI serta Perwakilan Pendemo SDUWHV di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin (24/11/2025).

Dewi juga menyoroti perubahan nilai skor dan nominal biaya yang terjadi pada hari pendaftaran. Ia menganggap perubahan mendadak ini sangat merugikan, terutama bagi peserta dari daerah yang harus menyiapkan biaya lebih besar. “Perbedaan lebih dari 5 juta itu bukan hal kecil. Bagi putra-putra daerah, bisa jadi mereka harus jual sapi dan sebagainya,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa setiap penyelenggaraan seharusnya memiliki pengumuman persyaratan yang tetap dan tidak boleh diubah saat proses berlangsung. Selain itu, Politisi Fraksi Partai Golkar itu juga mempertanyakan bagaimana mungkin pada tanggal 17 siang sudah tercatat lebih dari 4.000 pendaftar, padahal sebelumnya terjadi kendala teknis dan jeda waktu salat Jumat.

Di hadapan Perwakilan Pendemo SDUWHV yang hadir, Ia meminta Imigrasi memberikan penjelasan apa adanya, bukan sekadar jawaban normatif. Ia mengingatkan bahwa jika masalah ini terus dibiarkan tanpa kejelasan, kepercayaan publik terhadap layanan keimigrasian bisa semakin menurun.

“Kalau ini dibiarkan tidak terjawab, mereka akan semakin seakan-akan tidak percaya pada Pemerintahan ini dalam bagian Keimigrasian. Ini yang perlu jadi catatan benang merah bagi kita. Tidak sekedar viral di TikTok, tapi mereka sudah menyampaikan aspirasinya secara resmi sehingga kami berkewajiban untuk membawa aspirasi mereka juga bukan dengan laporan yang seperti pada rapat-rapat kerja biasa,” pungkasnya. •gal/aha