Anggota Komisi IX DPR RI, Zainul Munasichin, dalam foto bersama usai rapat Kunjungan Kerja Panja JKN Komisi IX DPR RI ke Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, Kamis (20/11/2025). Foto: Anju/vel.
PARLEMENTARIA, Pekanbaru – Rencana Kementerian Kesehatan untuk mengubah sistem rujukan layanan kesehatan dari metode berjenjang menjadi berbasis kompetensi menuai perhatian serius bagi Komisi IX DPR RI. Kebijakan ini dinilai memiliki potensi besar untuk mempercepat penanganan pasien, tetapi juga dianggap dapat menimbulkan persoalan baru apabila tidak dibarengi dengan kesiapan infrastruktur dan regulasi yang memadai.
Anggota Komisi IX DPR RI, Zainul Munasichin, menjelaskan bahwa konsep rujukan berbasis kompetensi pada dasarnya merupakan langkah positif. Hal ini mengingat agar dapat memangkas proses rujukan yang selama ini harus melalui beberapa tingkatan rumah sakit.
“Sebetulnya, idenya bagus pelayanan kesehatan berbasis kompetensi ini. Karena, itu bisa memotong rujukan. Jadi tidak harus berjenjang sampai tiga rumah sakit, baru ke rumah sakit rujukan akhir,” ujar Zainul kepada Parlementaria usai mengikuti rapat Kunjungan Kerja Panja JKN Komisi IX DPR RI ke Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, Kamis (20/11/2025).
Ia mencontohkan, pasien dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (faskes 1) seharusnya dapat langsung dirujuk ke rumah sakit terdekat yang memiliki kemampuan menangani penyakit tersebut, tanpa harus melewati rumah sakit berjenjang.
Namun, Politisi Fraksi Partai PKB ini mengingatkan bahwa keberhasilan sistem ini sangat bergantung pada kesiapan rumah sakit, terutama fasilitas kesehatan yang berada pada level menengah. Jika tidak diperkuat, rumah sakit medium dikhawatirkan justru akan terlewati dan kehilangan fungsi optimalnya.
“Layanan kesehatan berbasis kompetensi itu, mengharuskan mensyaratkan bahwa rumah sakit yang ada punya fasilitas kesehatan yang memadai. Kalau tidak, maka dia akan dilewati terus, dilompati terus. Ini menurut saya akan beresiko terhadap rumah sakit-rumah sakit medium, rumah sakit-rumah sakit yang kelas menengah, nanti akan dilewati dan berpotensi akan menumpuk. Harus kita antisipasi, berpotensi menumpuk rujukan. Nanti, rujukan akhir akan menumpuk di rumah sakit-rumah sakit besar yang punya fasilitas lengkap,” tegasnya.
Untuk menghindari ketimpangan ini, Legislator Dapil Jawa Barat ini mendorong agar konsep zonasi dan pengaturan jarak diterapkan secara proporsional. Sehingga, distribusi pasien dapat lebih merata dan tidak membebani rumah sakit besar.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI lainnya, Sri Meliyana, memberikan pandangan senada. Ia menyebut bahwa perubahan sistem rujukan ini merupakan kebijakan baru yang disampaikan langsung oleh Menteri Kesehatan, dan secara prinsip dapat mempercepat pelayanan kepada masyarakat.
“Positifnya, maka penyakit langsung bisa ditangani karena dari faskes pertama langsung dirujuk ke rumah sakit atau layanan kesehatan yang bisa menghandle deteksi diagnosa penyakit tersebut,” kata Sri.
Namun, Ia juga menyoroti potensi kekacauan apabila perubahaan ini diterapkan tanpa regulasi yang kuat dan sistem pendukung yang solid. Tanpa pengaturan yang jelas, ia menilai pasien dapat menumpuk di rumah sakit besar yang fasilitasnya lebih lengkap, sementara rumah sakit yang belum komplit justru sepi.
“Karena kalau semua dilakukan seperti itu dan tidak ada sistem yang kuat dan terlindungi oleh aturan-aturan yang jelas, maka ditengarai pasien akan menumpuk di salah satu rumah sakit yang sudah komplit. Sementara rumah sakit yang belum komplit ini sepi pengunjung,” lanjutnya.
Legislator Dapil Sumatera Selatan ini menyampaikan bahwa pihak Pelayanan Kesehatan (Yankes) telah mengusulkan penerapan sistem zonasi sebagai mekanisme penyaring. Dalam konsep ini, rujukan akan dibuka bertahap sesuai kapasitas fasilitas kesehatan yang mampu melayani, sehingga alur rujukan tetap terkendali.
“Dibuka dulu pada Pelayanan Kesehatan (Yankes) yang sudah bisa melaksanakan itu ketika ini penuh, dibuka atasnya lagi, dibuka atasnya lagi, dibuka atasnya lagi. Sehingga rujukan kompetensi ini lebih kami tangkap sebagai zonasi,” jelas Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Dengan demikian, Komisi IX DPR RI berharap kepada pemerintah agar memperhitungkan berbagai aspek teknis sebelum sistem rujukan berbasis kompetensi ini diberlakukan secara penuh. Kesiapan rumah sakit, pemerataan fasilitas, serta regulasi yang kuat dianggap menjadi kunci agar kebijakan ini tidak menimbulkan masalah baru dalam pelayanan kesehatan nasional.
Dengan banyaknya potensi perubahan dan tantangan, Komisi IX DPR RI juga berharap implementasi sistem rujukan kesehatan yang baru dapat membawa peningkatan kualitas layanan tanpa menimbulkan beban tambahan bagi masyarakat maupun fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia. •aas/rdn