Anggota Komisi IX Muazzim Akbar saat bertukar cinderamata usai pertemuan di Mataram, NTB, Kamis (20/11/2025). Foto: Aaron/vel.
PARLEMENTARIA, Mataram – Panja Pengawasan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Komisi IX DPR RI meminta pemerintah pusat segera mengevaluasi moratorium penempatan pekerja migran ke Timur Tengah (Timteng) yang telah berlangsung sejak 2017. Hal tersebut mengemuka dalam Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IX ke Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), sebagai salah satu daerah dengan jumlah PMI tertinggi secara nasional.
Pada pertemuan bersama Pemerintah Provinsi NTB, BP3MI Mataram, kepolisian, dan pemangku kepentingan lainnya, Anggota Komisi IX Muazzim Akbar menegaskan bahwa moratorium yang terlalu lama menyebabkan masyarakat memilih jalur nonprosedural.
“Temuan pertama adalah masih banyaknya PMI non-prosedural, terutama yang ke Timur Tengah. Ini terjadi karena penempatan PMI ke Timur Tengah sampai hari ini masih moratorium. Sudah hampir delapan tahun,” ujar Muazzim Akbar saat diwawancarai Parlementaria usai pertemuan di Mataram, NTB, Kamis (20/11/2025).
Data BP3MI menunjukkan 2.257 PMI non-prosedural dideportasi sejak 2021 hingga November 2025, mayoritas dari Malaysia dan Timur Tengah. Di saat yang sama, NTB menjadi penyumbang 29.242 PMI pada 2025 dengan tingkat minat masyarakat yang tinggi untuk bekerja ke luar negeri.
Muazzim menambahkan bahwa penempatan ilegal sering terjadi karena dorongan ekonomi dan alasan sosial masyarakat.
“Warga Lombok merasa bekerja di Timur Tengah memberi keuntungan lain, seperti kesempatan umrah dan haji. Meski pulang tidak membawa uang banyak, mereka bisa pulang sebagai ‘Ibu Haji’ atau ‘Pak Haji’,” jelas Politisi Fraksi PAN ini.
Komisi IX mendorong Kementerian P2MI segera berkoordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan untuk meninjau ulang kebijakan moratorium agar kasus PMI ilegal dapat ditekan.
Legislator Dapil NTB II juga menyoroti belum terbitnya SK Gubernur NTB untuk Satgas PMI, padahal satgas tersebut merupakan garda penting mencegah TPPO dan keberangkatan ilegal.
“Satgas PMI sudah dibentuk, tetapi SK Gubernur belum ada. Kami mendorong segera diterbitkan agar Satgas dapat bekerja efektif di bandara, pelabuhan, dan titik-titik keberangkatan,” tegas Muazzim.
Kegiatan Kunker ini merupakan upaya Komisi IX memastikan implementasi UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI berjalan efektif di daerah dengan tingkat kerawanan migrasi tinggi seperti NTB. Panja akan membawa rekomendasi dari NTB ke rapat kerja bersama Kementerian terkait. •aar/rdn