E-Media DPR RI

Kawendra Dorong Regulasi Tegas terhadap Praktik Overclaim Produk dan Jasa

Anggota Komisi VI DPR RI Kawendra Lukistian dalam kunjungan kerja Komisi VI DPR RI terkait RUU Perlindungan Konsumen di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (12/11/2025). Foto : Ayu/Andri
Anggota Komisi VI DPR RI Kawendra Lukistian dalam kunjungan kerja Komisi VI DPR RI terkait RUU Perlindungan Konsumen di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (12/11/2025). Foto : Ayu/Andri


PARLEMENTARIA, Semarang 
– Anggota Komisi VI DPR RI Kawendra Lukistian menilai fenomena praktik overclaim dalam promosi produk, terutama di era digital, sudah sangat mengkhawatirkan. Menurutnya, banyak konsumen tertarik oleh promosi berlebihan yang tidak sesuai dengan kenyataan produk yang diterima, apalagi ketika melibatkan influencer.

“Kita lihat di lapangan, banyak sekali perusahaan melibatkan pihak ketiga seperti influencer untuk mempromosikan produknya, tapi sering kali mereka melakukan overclaim. Akibatnya, konsumen tertarik luar biasa, namun begitu digunakan produknya tidak sesuai dengan yang disampaikan,” ujar Kawendra dalam kunjungan kerja Komisi VI DPR RI terkait RUU Perlindungan Konsumen di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (12/11/2025).

Menurutnya, kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan tanpa adanya regulasi yang mengikat. Oleh karena itu, ia berharap revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Konsumen dapat menjawab fenomena tersebut dengan menyiapkan aturan yang proporsional dan berimbang, baik bagi pelaku usaha maupun pihak yang terlibat dalam promosi produk.

“Harus ada penyesuaian dan regulasi yang jelas. Jangan sampai korbannya hanya masyarakat saja, sementara pihak lain yang ikut mempromosikan tidak ikut bertanggung jawab. Kita perlu aturan yang berimbang agar perlindungan terhadap konsumen menjadi optimal,” tegasnya.

Kawendra memaklumi bahwa dalam dunia bisnis, promosi memang menjadi bagian dari strategi perusahaan untuk meningkatkan penjualan. Namun, ia menekankan bahwa promosi harus tetap berada dalam koridor etika dan kebenaran informasi.

“Kalau kita mau jujur, sejak dulu pengiklan selalu bilang produknya paling baik, bahkan seperti pepatah ‘kecap mana ada nomor dua’. Tapi ini perlu diatur. Karena kalau berlebihan, masyarakat bisa kecewa. Misalnya produk diklaim punya manfaat tertentu, ternyata hasilnya tidak sesuai atau bahkan menimbulkan efek lain. Itu tidak baik untuk ke depan,” paparnya.

Politikus Fraksi Partai Gerindra ini menilai pentingnya mencari titik temu antara kepentingan perusahaan dalam memasarkan produknya dan hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar. “Kita harus cari formula terbaik agar regulasi ini proporsional. Jangan sampai promosi menyesatkan terus terjadi dan masyarakat yang akhirnya dirugikan,” jelasnya.

Kawendra menegaskan, seluruh proses pembahasan revisi RUU Perlindungan Konsumen bertujuan untuk melindungi masyarakat agar tidak menjadi korban dari promosi berlebihan atau informasi yang menyesatkan, termasuk dari produk dan jasa yang tidak sesuai mutu maupun kualitasnya.

Dalam pertemuan dengan Gubernur Jawa Tengah, para akademisi di bidang hukum, serta berbagai pihak terkait lainnya, Kawendra juga menyoroti pentingnya penguatan lembaga pengawas seperti Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) sebagai kunci penegakan hukum di lapangan.

Ia berharap, ke depan BPKN dapat berdiri sebagai lembaga independen di luar Kementerian Perdagangan agar memiliki kewenangan lebih kuat dan tidak bergantung pada kementerian tersebut.

“Saya apresiasi kinerja BPKN sejauh ini, tapi kita perlu dorong agar lembaga ini bisa lebih optimal. Ke depan, akan lebih baik jika BPKN bisa berdiri sendiri, menjadi lembaga yang kuat, independen, dan mampu melakukan enforcement terhadap pelanggaran perlindungan konsumen,” ujarnya.

Ia menambahkan, penguatan kelembagaan tersebut perlu diikuti dengan sinergi bersama Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) agar penanganan aduan masyarakat bisa dilakukan secara cepat dan efektif.

“Kalau BPKN dan BPSK bisa dikoordinasikan dengan baik, penyelesaian kasusnya akan lebih cepat, tidak bertele-tele,” imbuhnya. •ayu/aha