Wakil Ketua Baleg DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, saat RDPU dalam rangka pembahasan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang berlangsung di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (17/11). Foto: Geraldi/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, menegaskan bahwa penguatan pendidikan Pancasila tidak dapat dipandang sebagai persoalan sederhana. Hal tersebut disampaikan Doli saat menyoroti fenomena pergeseran karakter peserta didik yang dinilai semakin jauh dari nilai-nilai luhur Pancasila.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg bersama Kwarnas Pramuka dan Asosiasi Pengajar Pancasila Indonesia, Doli menilai perilaku negatif sebagian pelajar tidak mungkin berasal dari guru maupun sekolah. Menurutnya, terdapat ruang lain yang membentuk karakter tersebut sehingga diperlukan upaya lebih komprehensif untuk mengembalikan jati diri generasi muda.
“Guru tidak mungkin mengajarkan begitu (perilaku negatif), sekolah juga tidak mungkin. Artinya ada waktu di mana mereka mendapatkan sesuatu yang bukan karakter kita,” ujar Doli dalam RDPU dalam rangka pembahasan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang berlangsung di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (17/11).
Legislator dari Fraksi Partai Golkar ini menekankan pentingnya kegiatan pendidikan karakter di luar kelas, termasuk melalui ekstrakurikuler seperti pramuka, yang seharusnya menjadi ruang pembentukan nilai kebangsaan.
Doli juga mengajak seluruh pihak untuk meninjau ulang stigma masa lalu terkait pembinaan ideologi yang kerap dianggap sebagai alat politik. Lebih lanjut, Doli menegaskan bahwa indoktrinasi bukanlah hal tabu apabila ditujukan untuk menanamkan nilai-nilai yang baik.
“Pertanyaannya, Pancasila ini kita anggap baik atau tidak? Kalau kita anggap baik, ya tidak apa-apa kita didoktrin oleh nilai-nilai Pancasila,” ujarnya.
Menurutnya, yang selama ini ditolak masyarakat bukan substansi indoktrinasinya, melainkan metode yang dianggap tidak relevan dengan generasi saat ini.
Terakhir, Doli mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat peran guru dalam pembinaan karakter. Ia menegaskan bahwa pembelajaran Pancasila harus dikemas dengan metodologi yang adaptif dan kontekstual agar mampu menjawab tantangan zaman.
“Cara-cara lama tidak lagi sesuai dengan anak muda sekarang. Metodologinya ini yang perlu kita perbarui,” pungkasnya. •ujm/rdn