Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Roberth Rouw, saat mengikuti Menteri Perhubungan yang diselenggarakan di Gedung Nusantara, Senayan Jakarta pada Selasa (18/11/2025). Foto: Oji/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Masih belum optimalnya konektivitas di menjadi salah satu bahasan hangat dalam Rapat kerja Komisi V DPR RI dengan Menteri Perhubungan yang diselenggarakan di Gedung Nusantara, Senayan Jakarta pada Selasa (18/11/2025). Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Roberth Rouw, kembali menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur transportasi yang memadai untuk wilayah Papua khususnya, Papua Pegunungan.
Ia menegaskan bahwa konektivitas udara masih menjadi kebutuhan paling mendesak bagi masyarakat di kawasan pegunungan yang hingga kini sangat bergantung pada bandara perintis sebagai jalur mobilitas utama. Dalam penyampaiannya, Rouw menilai bahwa bandara besar di Indonesia umumnya sudah memiliki fasilitas yang baik. Namun, kondisi tersebut belum dirasakan masyarakat di pedalaman Papua yang masih menghadapi keterisolasian karena minimnya infrastruktur perhubungan.
“Yang kami butuhkan di daerah kami itu cuma bandara-bandara perintis, terutama di daerah pegunungan. Ini bandara perintis yang kami butuhkan untuk bisa membuka terisolirnya masyarakat yang masih ada di pelosok-pelosok pegunungan Papua,” ujarnya.
Roberth menjelaskan minimnya fasilitas transportasi membuat masyarakat harus menempuh perjalanan kaki berhari-hari hanya untuk mencapai pusat kabupaten. Kondisi tersebut berdampak pada tingginya biaya logistik dan keterbatasan distribusi komoditas pangan.
Ia berharap pemerintah memberikan ruang lebih besar untuk pengembangan bandara perintis agar pelayanan angkutan udara dapat menjangkau masyarakat di wilayah yang selama ini tertinggal.
“Saya harapkan ini betul-betul nanti ke depan Pak Menteri bisa berikan kita space yang lebih baik untuk khususnya di daerah kami,” ucap legislator Dapil Papua Pegunungan itu dalam rapat.
Pada kesempatan yang sama, politisi Fraksi Partai NasDem ini juga mengusulkan perlunya rehabilitasi galangan kapal yang berada di lingkungan Distrik Navigasi Jayapura. Usulan tersebut disampaikan karena galangan tersebut dinilai memiliki nilai strategis dan berpotensi menghasilkan Pendapatan Negara Bukan Pajak jika kembali difungsikan. Dengan biaya rehabilitasi yang tidak besar serta letak yang menguntungkan, fasilitas itu diproyeksikan mampu menarik lebih banyak kapal untuk melakukan docking.
Dalam penjelasan lebih lanjut, Roberth menyebut bahwa masyarakat di kawasan pesisir Papua juga belum mendapat layanan optimal dari program angkutan perintis. Ia menilai bahwa konektivitas laut menjadi unsur penting yang semestinya dipetakan lebih serius dalam perencanaan pembangunan. Masukan dari pemerintah daerah, menurutnya, perlu menjadi pertimbangan utama agar perencanaan infrastruktur tidak kembali salah sasaran.
Ia mencontohkan kasus dermaga feri di Kampung Konda, Distrik Windesi, Kabupaten Kepulauan Yapen. Saat ini pemerintah daerah setempat telah membebaskan lahan dan membangun jalan akses menuju lokasi yang dinilai layak. Namun, pembangunan dermaga sebelumnya justru dilakukan di titik yang tidak sesuai hasil survei sehingga konstruksi rusak sebelum digunakan.
Roberth menyebut kejadian itu sebagai kerugian negara yang seharusnya tidak terulang. Dalam permintaan terbarunya, ia menegaskan pentingnya pembangunan dermaga pada lokasi yang tepat agar kapal feri tetap dapat berlabuh meski kondisi angin dan gelombang tidak stabil.
Ia lantas menekankan bahwa penguatan konektivitas baik udara maupun laut di Papua Pegunungan dan wilayah pesisir Papua merupakan kebutuhan mendesak. Ia berharap Kementerian Perhubungan memberikan perhatian lebih besar dan memastikan pembangunan infrastruktur benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat di lapangan. •uc/aha