Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan saat memimpin RDP bersama LPSK terkait harmonisasi RUU Perlindungan Saksi dan Korban di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025). Foto: Kresno/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta — Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan menegaskan perlunya penguatan kelembagaan dan kewenangan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam revisi Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Menurutnya, optimalisasi peran LPSK menjadi krusial agar keterangan saksi dan korban dapat diberikan tanpa rasa takut serta mampu mengungkap tindak pidana secara efektif.
“Perlindungan Saksi dan Korban merupakan prinsip fundamental hak asasi manusia sebagaimana diamalkan pada Pasal 28G Ayat 1 UUD 1945. Keterangan saksi dan korban adalah alat bukti sah yang krusial dalam proses peradilan pidana,” ujar Bob Hasan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Baleg DPR RI bersama LPSK terkait harmonisasi RUU Perlindungan Saksi dan Korban di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Dalam agenda tersebut, Ia menyoroti masih adanya kendala dalam menghadirkan saksi dan korban karena ancaman fisik maupun psikis. Maka dari itu, revisi undang-undang diperlukan untuk memastikan perlindungan yang lebih komprehensif. Bob juga meminta LPSK menjelaskan secara jelas kedudukan lembaga tersebut dalam sistem hukum nasional. “Apakah LPSK ini merupakan penegak hukum atau tidak? Ini mohon bisa dijelaskan,” tegasnya.
Dalam pemaparannya, Bob Hasan menyebut bahwa mengharmonisasi RUU tentang pelindungan saksi dan korban yang juga merupakan usulan Komisi XIII dalam prolegnas RUU, prioritas tahun 2025. Selain itu, Ia mengungkapkan bahwa LPSK menghadapi tantangan operasional signifikan dan tentunya struktur dan keundangan LPSK saat ini belum sepenuhnya mendukung penanganan kasus yang beragam.
“Termasuk kekerasan seksual dan perdagangan orang atau TPPO. Dan ini juga menjadi mendesak juga Pak karena KUHAP dan KUHP semuanya akan berjalan di tahun 2026,”jelas politisi Fraksi Partai Gerindra.
Tak hanya itu, regulasi yang berlaku saat ini pun belum mengakomodasi dinamika hukum yang berkembang seperti perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum dan pengaturan yang lebih jelas sebagai saksi pelaku atau justice collaborator. “(Jadi) Semua penyesuaian, baik itu pemidanaan maupun unsur penting hukum pidana harus diselaraskan, termasuk perlindungan saksi dan korban,” ujarnya.
Bob Hasan juga meminta LPSK memberikan penjelasan rinci mengenai dua isu strategis dalam draf revisi, yaitu usulan dana abadi korban dan pembentukan satuan kerja khusus pengamanan-pengawalan.
“Dana abadi korban diusulkan Komisi III untuk dikelola sepenuhnya oleh LPSK demi kepentingan korban. Lalu bagaimana pembentukan satker khusus, apakah SDM-nya direkrut mandiri atau menggunakan aparat keamanan?” kata Bob.
Ia menambahkan, sejumlah usulan dari Komisi XIII mengarah pada perluasan cakupan perlindungan hingga perkara perdata, sehingga Baleg juga meminta klarifikasi mengenai batas kewenangan LPSK.
Bob menegaskan bahwa penguatan kewenangan dan struktur LPSK harus dilakukan secara tegas dan terarah. “Optimalisasi kewenangan LPSK ini harus jelas dulu, Pak. Jangan sampai aturan dibuat berlapis-lapis hingga pelaksanaannya justru menyulitkan,” tuturnya. •hal/aha