E-Media DPR RI

Syaiful Huda Minta Kemenhub Intervensi Tingginya Biaya Transportasi Publik Masyarakat Perkotaan

Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda saat Rapat Kerja Komisi V DPR RI dengan Menteri Perhubungan di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta pada Selasa (18/11/2025). Foto: Oji/vel.
Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda saat Rapat Kerja Komisi V DPR RI dengan Menteri Perhubungan di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta pada Selasa (18/11/2025). Foto: Oji/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta
 – Biaya transportasi publik yang masih berada di atas standar internasional menjadi sorotan Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda. Ia menilai ongkos transportasi yang dikeluarkan masyarakat Indonesia, khususnya di beberapa kota besar termasuk daerah pemilihannya, sudah berada pada titik yang memberatkan dan memerlukan intervensi serius dari pemerintah.

Dalam pernyataannya, Huda kembali menegaskan pentingnya penyelesaian isu mahalnya biaya transportasi yang selama ini membebani masyarakat. Sebagai legislator daerah pemilihan Jawa Barat VII yang meliputi Kabupaten Bekasi, Karawang, dan Purwakarta, ia menyebut bahwa wilayah Bekasi Raya termasuk dalam daftar kota dengan ongkos transportasi tertinggi di Indonesia.

“Saya ingin mengulang lagi apa yang dulu pernah saya sampaikan menyangkut soal isu mahalnya ongkos transportasi yang harus dikeluarkan oleh publik kita, yang di atas rata-rata standar internasional,” ujarnya dalam Rapat Kerja Komisi V DPR RI dengan Menteri Perhubungan di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta pada Selasa (18/11/2025).

Huda menjelaskan bahwa masyarakat Bekasi, Depok, dan sejumlah wilayah penyangga Jakarta harus mengalokasikan sekitar Rp1,9 juta per bulan hanya untuk kebutuhan transportasi. Jumlah tersebut mencapai 14 hingga 16 persen dari total biaya hidup bulanan. Padahal, standar internasional merekomendasikan agar porsi biaya transportasi tidak melebihi 10 persen dari pengeluaran masyarakat.

“Di Bekasi itu rata-rata masyarakat harus mengeluarkan anggaran untuk transportasinya hampir Rp1,9 juta dari biaya hidup bulanan. Jadi Rp1,9 juta yang harus dikeluarkan oleh masyarakat Bekasi Raya, Depok, dan seterusnya,” ungkap Huda

Politisi Fraksi PKB ini lantas mendorong Kementerian Perhubungan untuk mengambil langkah terukur melalui pembangunan proyek percontohan (pilot project) di kota-kota dengan ongkos transportasi tertinggi. Menurutnya, upaya ini dapat menjadi standar baru tentang bagaimana sebuah kota mampu menekan biaya transportasinya melalui konektivitas yang baik, integrasi moda, dan dukungan kebijakan pemerintah daerah.

“Saya membayangkan Pak Menteri, kayaknya kita perlu semacam pilot project, paling tidak dari 10 kota di Indonesia yang tingkat kemahalan biaya transportasinya cukup tinggi ini. Karena rata-rata kurang lebih Rp1,9 juta itu prosentase hampir menyentuh 14-16 persen. Sementara standar internasional harus di bawah 10 persen lah,” ujarnya kepada Menteri Perhubungan, Dudy Purwagandhi yang hadir dalam rapat.

Huda menilai bahwa jika biaya transportasi publik dapat ditekan, masyarakat dapat mengalihkan sebagian pengeluaran mereka untuk pos kebutuhan kesejahteraan lainnya. Program ini juga dinilai dapat menjadi bagian dari legasi kebijakan Kementerian Perhubungan dalam memperbaiki struktur biaya hidup masyarakat urban.

“Artinya dengan pengurangan biaya cost transportasi publik, saya kira kemudian hari bisa dialihkan untuk item kesejahteraan masyarakat di bidang yang lainnya. Saya mendorong ada pilot project ini supaya kira-kira kita punya standar kota di mana transportasinya itu murah.”

Ia meyakini bahwa pemerintah daerah memiliki ruang fiskal untuk dilibatkan dalam upaya menekan biaya transportasi, terutama melalui sinergi pembiayaan APBD dan APBN. Menurutnya, jika intervensi dilakukan secara tepat, model kota berbiaya transportasi rendah dapat menjadi rujukan nasional.

Huda juga menyinggung arahan Presiden mengenai penyediaan transportasi publik untuk pedagang melalui fasilitas kereta api. Ia menilai kebijakan tersebut memiliki benang merah yang sama, yaitu menurunkan biaya transportasi yang selama ini relatif tinggi di Indonesia.

Lebih lanjut, ia meyakini bahwa penurunan biaya transportasi akan berdampak langsung pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Penghematan yang terjadi dapat dialihkan untuk kebutuhan vital lainnya, seperti pemenuhan gizi anak atau kebutuhan keluarga.

“Saya meyakini efek kedepannya adalah kesejahteraan masyarakat pasti akan lebih terjaga dan bahkan bisa meningkat kesejahteraan ketika cost ini bisa digeser untuk kebutuhan masyarakat di bidang yang lain,” tambahnya.

Huda menutup dengan menegaskan bahwa isu menekan biaya transportasi publik seharusnya menjadi fokus utama kebijakan sektor perhubungan. Ia berharap kementerian dapat menjadikan pengurangan beban transportasi ini sebagai agenda prioritas nasional.

“Nah terkait dengan ini, saya kira perlu menjadi concern kita karena tema besar Kementerian Perhubungan menurut saya adalah menyangkut soal menekan biaya transportasi publik untuk mengakses berbagai moda transportasi di daerahnya masing-masing,” pungkas Huda mengakhiri pernyataannya.

Secara nasional, data Kementerian Perhubungan yang disampaikan akhir Juli lalu menunjukkan bahwa rata-rata biaya transportasi masyarakat Indonesia mencapai 12,46 persen dari total pendapatan. Sementara itu, Depok dan Bekasi tercatat sebagai dua kota dengan biaya transportasi tertinggi di Indonesia, masing-masing Rp1,8 juta dan Rp1,9 juta per bulan, jauh dari batas ideal di bawah 10 persen menurut standar internasional. •uc/aha