Anggota Komisi VII DPR RI Jefry Romdony saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Komisi VII dengan Dirjen Ilmate Kementerian Perindustrian dan Asosiasi-Asosiasi di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (12/11/2025). Foto: Mario/vel
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI Jefry Romdony menyoroti tantangan serius yang dihadapi sektor industri logam, mesin, alat transportasi, dan elektronika (Ilmate) yang hingga kini masih memiliki ketergantungan tinggi terhadap impor bahan baku logam presisi dan komponen elektronika.
Ia mengingatkan agar kebijakan relaksasi impor bahan baku yang tengah dijalankan pemerintah jangan sampai memperlemah kemandirian industri dasar logam nasional.
“Kalau kita lihat dari paparan, salah satu tantangan utama di sektor Ilmate adalah ketergantungan tinggi terhadap impor bahan baku logam presisi dan komponen elektronika. Sementara di slide enam disebutkan bahwa program relaksasi impor bahan baku justru menjadi salah satu strategi penguatan industri,” ujar Jefry dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII dengan Dirjen Ilmate Kementerian Perindustrian dan Asosiasi-Asosiasi di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (12/11/2025).
“Pertanyaannya, bagaimana Kementerian Perindustrian memastikan kebijakan relaksasi impor bahan baku itu tidak semakin memperlemah kemandirian industri dasar logam nasional? Mengingat pada saat yang sama Ilmate menghadapi ketergantungan impor yang tinggi dan lemahnya kapasitas research and developmentdalam negeri,” lanjutnya.
Politisi Fraksi Fraksi Partai Gerindra tersebut menilai, sektor Ilmate seharusnya menjadi motor penggerak utama bagi penguatan manufaktur nasional. Namun, ia menilai masih banyak tantangan dalam hal modernisasi teknologi yang perlu segera diatasi agar daya saing industri nasional meningkat.
“Industri logam dan mesin disebut sebagai tulang punggung manufaktur nasional, tetapi juga dihadapkan pada tantangan besar dalam hal modernisasi teknologi. Ini menimbulkan pertanyaan penting tentang arah dan efektivitas kebijakan industri nasional kita,” tuturnya.
Ia menekankan pentingnya agar program modernisasi industri seperti master list dan insentif impor mesin tidak berhenti sebagai kebijakan jangka pendek semata.
“Pemerintah harus memastikan bahwa program modernisasi industri logam dan mesin seperti master list dan insentif impor mesin tidak sekadar menjadi fasilitas sementara, tapi benar-benar mampu mendorong transfer teknologi, peningkatan kapasitas produksi dalam negeri, serta memperkuat kemandirian industri nasional,” tegas Jefry.
Menurutnya, kebijakan industri nasional perlu diarahkan pada penciptaan ekosistem yang mendorong inovasi dan riset teknologi dalam negeri agar tidak selamanya bergantung pada produk impor. Dengan penguatan riset dan penguasaan teknologi, Indonesia diharapkan mampu membangun rantai pasok industri logam dan mesin yang berdaya saing tinggi di tingkat global. •gal/rdn