E-Media DPR RI

Nuroji: Hindari Penguasaan SPPG oleh Segelintir Pemodal Besar

Anggota Komisi IX DPR RI, Nuroji. Foto : Ist/Andri
Anggota Komisi IX DPR RI, Nuroji. Foto : Ist/Andri


PARLEMENTARIA, Jakarta
– Anggota Komisi IX DPR RI, Nuroji, menyoroti potensi praktik monopoli dalam pelaksanaan dapur SPPG dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah dijalankan pemerintah. Ia mengingatkan agar proyek tersebut tidak dikuasai oleh segelintir pihak bermodal besar, melainkan melibatkan koperasi dan pelaku UMKM agar manfaat ekonominya dapat dirasakan masyarakat secara luas.

“Jangan sampai pemilik dapur juga yang menguasai seluruh rantai bisnis, dari penyewaan dapur hingga menjadi supplier bahan. Harus ada pemerataan yang adil,” tegas Nuroji di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (12/11/2025).

Ia menilai, salah satu manfaat yang bisa diterima dari program ini adalah pemerataan ekonomi daerah, sehingga prinsip gotong royong perlu dijaga. Menurutnya, di lapangan masih banyak masyarakat yang belum terlibat dalam bisnis pengadaan bahan untuk dapur steril, terutama karena keterbatasan modal dan kurangnya akses.

“Banyak yang ingin ikut tapi tidak tahu caranya, atau terkendala modal. Karena itu, mereka perlu berhimpun dalam koperasi. Kalau koperasi diberi ruang, ekonomi lokal bisa tumbuh,” ujarnya.

Legislator dari Fraksi Gerindra itu mencontohkan beberapa koperasi pasar yang sebenarnya telah memiliki potensi besar untuk menjadi supplier bahan makanan, mulai dari sayuran hingga kebutuhan pokok. Namun, sejauh ini belum banyak koperasi yang diberi kesempatan untuk terlibat dalam sistem pasok yang terhubung ke SPPG.

“Kalau yang bermodal besar dibiarkan menguasai semuanya, maka yang kecil akan tersingkir. Padahal, semangatnya adalah membangun ekonomi daerah yang merata,” sambungnya.

Ia juga mengusulkan adanya pembatasan jumlah dapur yang boleh dimiliki oleh satu yayasan atau pengelola, untuk mencegah penguasaan pasar secara berlebihan.

Selain aspek ekonomi, ia turut menyinggung inovasi alat sterilisasi makanan yang mampu mencapai suhu 120 derajat Celsius. Teknologi tersebut dinilai dapat meningkatkan higienitas dan keamanan pangan, namun penerapannya tetap harus berpihak pada masyarakat lokal.

“Teknologi penting, tapi jangan sampai manfaatnya hanya dinikmati oleh pemilik modal besar. Libatkan masyarakat melalui koperasi, berikan kesempatan jadi supplier, agar roda ekonomi daerah benar-benar berputar,” pungkasnya. •ujm/rdn