Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet, saat mengikuti Pertemuan Tim Kunjungan Kerja Panja RUU Pangan Komisi IV DPR RI dengan Gubernur NTB beserta jajaran. Foto: Oji/vel.
PARLEMENTARIA, Mataram — Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet, menyatakan dukungannya agar Pemprov Nusa Tenggara Barat (NTB) menghidupkan kembali program Gogo-Rancah, yaitu sebuah sistem pertanian yang pernah mengantarkan NTB mencapai swasembada pangan pada era 1980-an.
“Di NTB ini dulu dicanangkan sebagai Bumi Gogo-Rancah karena keberhasilan program Operasi Tekad Makmur yang melahirkan swasembada pangan di era 1980-an. Itu menjadikan NTB sebagai lumbung pangan nasional,” ujar Slamet saat mengikuti Pertemuan Tim Kunjungan Kerja Panja RUU Pangan Komisi IV DPR RI dengan Gubernur NTB beserta jajaran, baru-baru ini.
Politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera tersebut menjelaskan bahwa sistem Gogo-Rancah merupakan metode penanaman padi di lahan kering dengan memanfaatkan curah hujan sebagai sumber pengairan. Ia menilai sistem ini layak dihidupkan kembali untuk memperkuat ketahanan pangan nasional, terutama di wilayah NTB.
Namun, Slamet mengingatkan bahwa NTB saat ini menghadapi ancaman serius berupa penurunan produksi pangan akibat tingginya alih fungsi lahan setiap tahun. Ia mempertanyakan penyebab praktik alih fungsi lahan yang terus terjadi, apakah karena lemahnya penegakan hukum atau kurangnya keseriusan pemerintah daerah dalam menjalankan regulasi.
“Bicara mengenai swasembada pangan tidak mungkin tanpa melindungi lahan pertanian itu sendiri. Apa saja kendala dalam menghentikan alih fungsi lahan ini? Kita akan buat aturan agar menjadi formula yang bagus untuk perlindungan lahan sawah kita,” tegasnya.
Selain persoalan pangan, Slamet turut menyoroti potensi besar NTB pada sektor peternakan. Meskipun memiliki populasi ternak sapi, kerbau, dan kambing yang melimpah, biaya transportasi menuju pasar di Pulau Jawa dinilai masih sangat tinggi.
“Ini harus disambungkan antara offtaker dengan produsen. Pemerintah harus intervensi, mungkin perlu subsidi transportasi. Apalagi kita belum bebas PMK sehingga pengiriman secara darat tidak memungkinkan,” jelasnya.
Menurut Slamet, subsidi transportasi merupakan kebutuhan mendesak agar peternak dan pengusaha dapat memperoleh nilai ekonomi yang lebih baik dari perdagangan ternak.
“Tidak ada artinya produksi ternak bagus tapi tidak bisa diserap daerah lain karena biaya pengiriman yang tinggi. Harus ada subsidi transportasi untuk pemberdayaan petani dan peternak kita,” pungkasnya. •oji/rdn