Anggota Komisi VI DPR RI, Sadarestuwati, saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI DPR RI di Kota Tangerang Selatan, Banten, Jumat (7/11/2025). Foto: Ucha/vel
PARLEMENTARIA, Tangerang Selatan – Rencana percepatan pembangunan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP) perlu dijalankan dengan kehati-hatian. Hal itu agar tidak mengganggu alokasi dana desa yang sudah memiliki fungsi dan peruntukan jelas.
Anggota Komisi VI DPR RI, Sadarestuwati, menilai pemerintah harus memastikan agar kebijakan percepatan pembangunan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP) tidak menahan atau memangkas ruang fiskal desa yang selama ini menjadi penopang utama pembangunan masyarakat di tingkat akar rumput.
Dalam Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI DPR RI di Kota Tangerang Selatan, Banten, Jumat (7/11/2025), politisi yang kerap disapa Estu ini mengingatkan bahwa dalam Undang-Undang Desa telah diatur secara rinci penggunaan dana desa. Dana tersebut diarahkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, dan saluran air; kegiatan ekonomi produktif melalui BUMDes; serta peningkatan sumber daya manusia di bidang kesehatan dan pendidikan.
“Sebagaimana kita tahu dalam Undang-Undang Desa, penggunaan dana desa ini sudah dirinci. Satu di antaranya adalah untuk membangun infrastruktur dasar desa. Kemudian yang kedua, untuk kegiatan yang bersifat meningkatkan pertumbuhan perekonomian desa, dan yang ketiga untuk peningkatan sumber daya manusia,” ujarnya.
Selama pandemi COVID-19, penggunaan dana desa mengalami perubahan kebijakan melalui peraturan presiden yang mengizinkan sebagian anggarannya digunakan untuk kegiatan penanganan COVID-19 dan program ketahanan pangan. Meski masa pandemi telah berakhir, porsi tersebut belum dikembalikan secara penuh, sehingga dana yang dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur kini hanya sekitar separuh dari total alokasi semula.
Sadarestuwati mengingatkan bahwa jika dana desa kembali dikaitkan dengan pembiayaan KDKMP maka ruang pembangunan desa akan semakin sempit. Menurutnya, program Koperasi Merah Putih memang memiliki potensi besar dalam memperkuat ekonomi desa, namun harus dipastikan tidak menggunakan dana desa sebagai sumber modal maupun jaminan pembayaran.
“Kalau ini harus diambil lagi dari dana desa, mungkin tahun depan masyarakat desa tidak lagi bisa berpikir untuk bisa membangun infrastruktur desa dan termasuk di dalamnya adalah meningkatkan sumber daya manusia desa, karena sudah tersedot untuk pembiayaan BUMDes dan koperasi,” tegas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.
Ia juga menyoroti kemungkinan tumpang tindih antara BUMDes dan koperasi, khususnya pada sektor ritel yang sudah banyak dijalankan oleh badan usaha milik desa. Estu menilai pemerintah perlu memastikan agar kedua lembaga ini tidak saling mematikan, melainkan saling melengkapi dalam membangun ekonomi desa.
“Apakah BUMDes itu juga akan berhubungan erat atau mungkin tumpang tindih dengan koperasi? Sangat bisa, karena salah satu usaha dari BUMDes itu adalah retail dan itu pun mati segan, hidup pun tak mau,” jelasnya.
Dari pengalaman di berbagai daerah, ia mencatat bahwa BUMDes yang masih bertahan umumnya memiliki basis usaha wisata. Di wilayah seperti Bali dan beberapa daerah lain, model ekonomi pariwisata terbukti lebih berkelanjutan dibanding ritel yang cenderung stagnan.
“Maka dari itu saya tadi sampaikan, jangan sampai kemudian dana desa ini habis begitu saja. Maka harus ada satu pemilihan bidang usaha antara BUMDes dengan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih ini,” ucap legislator dapil Jawa Timur VIII itu.
Ia berharap pemerintah bisa menyiapkan strategi bisnis yang tepat agar Koperasi Merah Putih tidak menjadi beban fiskal baru bagi desa, sekaligus mampu memperkuat peran ekonomi masyarakat di tingkat lokal. •uc/rdn