E-Media DPR RI

Revisi UU Persaingan Usaha Tekankan Regulasi terkait Dumping Digital dan Predatory Pricing

Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI bersama Kementerian Perdagangan dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (6/11/2025). Foto: Geraldi/vel.
Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI bersama Kementerian Perdagangan dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (6/11/2025). Foto: Geraldi/vel.


PARLEMENTARIA, Jakarta 
– Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto menekankan pentingnya pembahasan aspek predatory pricing dan dumping digital dalam revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ia menilai, fenomena praktik usaha digital yang tidak adil, seperti subsidi silang, promosi besar-besaran, hingga cashback berlebihan, telah memukul pelaku UMKM di berbagai sektor.

Menurut Darmadi, kehadiran negara melalui penguatan fungsi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjadi sangat penting untuk mengawasi fenomena ini. “Harapan masyarakat adalah agar kinerja KPPU bisa membaik. Tapi jangan sampai KPPU menjadi monster bagi pelaku usaha. Harus ada keseimbangan antara menjaga iklim usaha dan menegakkan hukum persaingan yang sehat,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI bersama Kementerian Perdagangan dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (6/11/2025).

Ia menyampaikan, banyak pelaku usaha kecil menengah, khususnya di sektor tekstil, kini berada di ambang kebangkrutan akibat praktik bisnis digital yang tidak sehat. Darmadi mencontohkan kondisi industri tekstil di Bandung dan Majalaya yang kini 70 persen di antaranya sudah tutup, sementara sisanya bertahan dalam kondisi sulit. 

“Banyak perusahaan tekstil sudah menggadaikan mesinnya demi menutupi utang dan membayar pegawai. Negara harus hadir, jangan sampai UMKM kita habis karena praktik dumping digital dari pelaku besar,” tegasnya.

Lebih lanjut, Darmadi juga mengapresiasi upaya pemerintah dan KPPU dalam memasukkan isu-isu baru seperti ekonomi digital dan akal imitasi (artificial intelligence) dalam rancangan revisi. Namun ia menilai masih ada sejumlah kekosongan yang perlu segera diisi, seperti pengaturan algoritma digital dan solusi terhadap perilaku usaha tidak sehat di ranah daring.

“Masalah algoritma dan artificial intelligence belum banyak disentuh dalam draft ini, padahal dampaknya besar bagi pasar. Begitu juga dengan praktik predatory pricing dan dumping digital, ini harus masuk secara eksplisit dalam pasal-pasal revisi,” kata Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Selain itu, Darmadi mengusulkan agar mekanisme perubahan perilaku pelaku usaha dimasukkan secara rinci dalam undang-undang agar pelaksanaannya dapat diawasi dengan jelas. Ia juga menyoroti perlunya pengaturan tegas terhadap praktik dumping dan predatory pricing yang dilakukan oleh pelaku usaha asing.

“Ini bahaya sekali, karena pelaku usaha asing bisa menjual produk dari luar negeri dengan harga sangat murah. Saya usulkan agar diatur secara khusus, misalnya dengan menambahkan pasal 45A atau pasal 20 yang mengatur dumping dan predatory pricing oleh pelaku usaha asing,” jelas Darmadi.

Ia menegaskan, langkah revisi ini harus benar-benar diarahkan untuk menciptakan keadilan ekonomi dan melindungi UMKM dari dampak negatif persaingan global yang tidak sehat. “Kalau tidak segera diatur, bukan hanya pasar kita yang dikuasai asing, tapi juga masa depan UMKM akan lenyap. Ini momentum bagi DPR dan pemerintah untuk menghadirkan keadilan ekonomi yang sesungguhnya,” pungkasnya. •gal/rdn