Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta. Foto: Arief/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta, menyampaikan keprihatinannya atas situasi kemanusiaan di Sudan yang kian memburuk. Konflik antara militer dan pasukan paramiliter di negara itu telah menewaskan ribuan warga sipil dan memaksa jutaan orang mengungsi.
Data terakhir menunjukkan sekitar 1.500 orang tewas dan puluhan ribu warga melarikan diri dari Kota El Fasher, Darfur Utara, setelah wilayah tersebut dikuasai kelompok Pasukan Dukungan Cepat (RSF). Situasi ini disebut Sukamta sebagai tragedi yang membutuhkan perhatian serius dunia internasional, termasuk Indonesia.
Perang saudara di Sudan kembali menjadi sorotan global setelah bentrokan antara militer di bawah pimpinan Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan dan pasukan Rapid Support Forces (RSF) yang dipimpin Letjen Mohamed Hamdan Dagalo atau Hemedti berubah menjadi konflik besar. Dua jenderal yang dahulu bersekutu itu kini saling berebut kekuasaan dan menghancurkan kota demi kota.
Pasca pengepungan selama 18 bulan, RSF berhasil merebut El-Fasher pada akhir Oktober 2025. Kota berpenduduk lebih dari satu juta jiwa itu terisolasi dari bantuan makanan dan obat-obatan, memaksa warga bertahan hidup dari pakan ternak. Laporan dari Sudan Doctors Network dan Al Jazeera menyebut sedikitnya 1.500 hingga 2.000 orang tewas dalam beberapa hari setelah kota tersebut jatuh ke tangan RSF.
Selain itu, lebih dari 26.000 orang melarikan diri ke kota Tawila, sementara 177.000 lainnya masih terjebak di El Fasher tanpa akses bantuan. Citra satelit dari Yale Humanitarian Research Lab bahkan menunjukkan tanda-tanda genosida berupa gundukan besar yang diduga berisi mayat dan genangan darah di sekitar kota.
Sukamta menilai, situasi kali ini lebih kompleks karena konflik melibatkan dua kekuatan bersenjata yang sama-sama berpengaruh. Ia menegaskan perlunya langkah serius dari dunia internasional untuk mendorong gencatan senjata dan menghentikan kekerasan yang menargetkan warga sipil.
“Mereka dulu bersekutu, memiliki kekuatan militer yang berimbang, sementara dalam dua tahun konflik kedua belah pihak terus meningkatkan propaganda kebencian identitas dan kesukuan,” ungkap Sukamta dalam keterangan persnya, Selasa (4/11/2025).
Pimpinan Komisi I DPR RI yang membidangi pertahanan dan hubungan luar negeri itu melihat peluang bagi beberapa negara untuk mengambil peran diplomatik dalam meredakan ketegangan. “Selain kedua negara tersebut, tentu Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) punya tanggung jawab moral untuk menghentikan segera konflik di Sudan. Sudan yang mayoritas penduduknya muslim merupakan anggota OKI,” pungkas Legislator dari Dapil Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu.
Menurut Sukamta, Uni Emirat Arab (UEA) dan Arab Saudi dapat berperan lebih besar dalam memberi tekanan kepada pihak-pihak yang berkonflik, mengingat hubungan kedua negara tersebut dengan militer dan kelompok paramiliter Sudan. Lebih jauh, Sukamta berharap Indonesia dapat memanfaatkan perannya sebagai negara anggota OKI untuk mendorong inisiatif diplomatik yang konkret.
“Saya berharap Pemerintah Indonesia bisa mendorong OKI untuk segera lakukan pertemuan darurat membahas upaya penghentian konflik di Sudan,” pungkas Sukamta. •uc/aha