
Anggota Komisi I DPR RI, Elita Budiati dalam pertemuan Kunjungan Kerja Reses Komisi I DPR RI ke Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Selasa (7/10/2025). Foto: Nadhen/vel.
PARLEMENTARIA, Jakarta – Unjuk rasa (Unras) pecah di berbagai daerah Indonesia dari akhir bulan Agustus sampai awal bulan September 2025. Penyampaian aspirasi yang semula damai merujuk ke tindakan anarkistis. Penjarahan hingga perusakan berbagai fasilitas umum pun dilaporkan terjadi di berbagai tempat.
Anggota Komisi I DPR RI, Elita Budiati menyebut bahwa gerakan anarkis itu bukti kegagalan intelijen negara melakukan antisipasi eskalasi massa. Intelijen menurutnya punya tugas untuk melakukan mitigasi dan deteksi dini ancaman keamanan negara.
“Tugas intelijen itu kan melakukan deteksi dini dan mitigasi. Ini gak ada, kalau ada minimal bisa diminimalkan. Ini kan kerusuhan yang hampir tidak bisa ditanggulangi. Artinya saya boleh dong bilang ini ada sedikit kegagalan di intelijen,” ujarnya dalam Kunjungan Kerja Reses Komisi I DPR RI ke Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Selasa (7/10/2025).
Ia pun menyayangkan bahwa TNI dan Polri yang tidak berkoordinasi dengan baik dalam menangani potensi amuk massa. Ia mendorong agar kedua institusi ini bekerja sama saat ada gerakan-gerakan yang bisa berujung mengganggu keamanan masyarakat.
Lebih lanjut dia bilang, kegiatan penyampaian aspirasi adalah hak dari warga negara. Sudah sewajarnya penyampaian aspirasi tersebut juga dikawal supaya tetap berada dalam jalur yang kondusif dan kontekstual.
Setiap instrumen negara dia harapkan bisa menghilangkan ego sektoral yang menurutnya jadi penghambat jalur koordinasi antar institusi mengantisipasi potensi anarkis yang terjadi beberapa waktu lalu.
“Kita dengar sendiri dari Panglima TNI saat rapat, ada ego sektoral di antara institusi-institusi yang mempunyai bidang intelijen untuk satu suara. Itu harus kita garisbawahi. Tidak boleh ada miskoordinasi seperti itu apalagi ego sektoral karena itu berbahaya,” ucapnya. •ndn/aha